WahanaNews.co, Jakarta - BBM campur sawit 40%, atau B40, diperlukan karena dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan meningkatkan keberlanjutan energi.
Kementerian ESDM telah memulai uji coba pertama penggunaan biodiesel B40 pada kereta api, dengan kereta api Bogowonto yang melayani rute Yogyakarta - Pasar Senen sebagai kendaraan uji coba.
Baca Juga:
Indonesia Kembali Ajukan Panel Evaluasi Sengketa Bea Masuk Biodiesel Uni Eropa di WTO
B40 adalah campuran solar yang terdiri dari 60% solar dan 40% bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit. Penggunaan B40 diharapkan dapat mengurangi konsumsi solar dan emisi gas buang.
"Hari ini menandai peluncuran pertama kali B40 dalam sektor perkeretaapian," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, seperti dikutip dari situs Kementerian ESDM, Selasa (23/7/2024).
Eniya menjelaskan bahwa uji coba terbatas ini bertujuan untuk menilai ketahanan genset kereta Bogowonto selama 1.200 jam. Dengan satu kali perjalanan pulang-pergi (PP) dari Lempuyangan ke Pasar Senen memakan waktu sekitar 22 jam, diperkirakan diperlukan 50 kali PP, atau sekitar dua bulan, untuk mencapai hasil uji tersebut.
Baca Juga:
Dirut Pertamina Paparkan Manfaat Minyak Sawit Jadi Bahan Bakar
"Kami berharap semua uji coba dapat selesai pada Desember ini, sehingga penggunaan B40 secara penuh bisa diterapkan pada tahun 2025," tambahnya.
Program B40 ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penggunaan biodiesel berbasis kelapa sawit pada berbagai jenis kendaraan. Setelah uji coba B40 pada kendaraan roda empat empat tahun lalu, tahun 2024 akan fokus pada alat pertanian dan sektor perkeretaapian.
Selanjutnya, penggunaan B40 akan diperluas ke industri pertambangan, alat berat, serta kapal dan pembangkit listrik di Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan total kebutuhan sekitar 16 juta kiloliter B40.
Eniya optimis bahwa penggunaan B40 akan mengurangi pengeluaran devisa negara dari impor solar dibandingkan dengan biodiesel sebelumnya, B35. Peningkatan penggunaan biodiesel juga diperkirakan akan menurunkan emisi karbon di Indonesia.
Dia menambahkan bahwa pada tahun 2023, penghematan devisa dari penggunaan B35 di sektor otomotif dan non-otomotif mencapai Rp 122 triliun. Tahun ini, angka tersebut diperkirakan akan serupa. "Jika beralih ke B40 tahun depan, penghematan bisa mencapai sekitar US$ 9 miliar (sekitar Rp 144 triliun)," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]