WahanaNews.co | Ketua Civil 20 (C20) Sugeng Bahagijo memaparkan ciri multilateralisme yang responsif dan inklusif sebagai harapan dari G20 yang saat ini presidensinya dipegang oleh Indonesia.
“Saya kira hanya dengan demokrasi lah multilaterlisme yang responsif dan inklusif bisa menjadi harapan kita semua. Sayangnya, multilateralisme masih memiliki kelemahan-kelemahan atau defisit-defisit yang harus segera diatasi,” kata Sugeng dalam Bali Democracy Forum (BDF) 2022 yang bertajuk “Intersession Bali Civil Society and Media Forum (BCSMF) with Civil Society Organizations” digelar secara daring di Jakarta, Senin (30/5/22).
Baca Juga:
Presiden Prabowo Subianto Hadiri KTT G20 di Rio de Janeiro
Untuk itu, dia mengusulkan ciri khas multilaterlisme yang inklusif dan responsif. Pertama, multilateralisme harus berfokus pada isu-isu yang selama ini terpinggirkan.
“Bagaimana, kalau dalam bahasa SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), multilateralisme itu mendukung agar tata ekonomi, kerja sama ekonomi hanya sebagai sarana bukan sebagai tujuan karena tujuannya untuk membela atau mendukung, memfasilitasi, menciptakan lingkungan yang memungkinkan lebih banyak orang tidak tertinggal, no one left behind,” katanya.
Sugeng mengatakan ciri kedua, yakni harus bisa menghormati keragaman masing-masing ekonomi, contohnya ekonomi pasar yang terkoordinasi ala Eropa atau ekonomi pasar liberal ala Anglo-Saxon.
Baca Juga:
Sherpa G20 Indonesia Pimpin Perundingan Sebagai Perjalanan Akhir Presidensi G20 Brasil
“Semuanya itu mestilah dianggap sebagai diversity (keragaman) yang diperlukan,” ujarnya.
Ketiga, yakni multilaterlisme yang memberikan kesempatan banyak pihak dalam proses pembuatan keputusan.
“Multilaterlisme yang legitimate yang diputuskan banyak pihak, seperti pada pidato Menlu bahwa G20 harus bisa bermanfaat bagi semua, baik yang di Selatan maupun Utara, Timur maupun Barat,” katanya.