WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor industri padat karya melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satunya dengan sinergi pemerintah lintas kementerian melalui penyiapan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan.
Skema ini hadir guna mendukung revitalisasi mesin produksi, meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, serta menjaga daya saing sektor-sektor seperti tekstil, produk tekstil, sepatu, hingga industri furnitur.
Baca Juga:
Kemenperin Gelar Ministerial Lecture: Bekal CPNS Capai Pengembangan Industri
Menperin menjelaskan bahwa skema KIPK merupakan upaya pemerintah dalam mendukung dan meningkatkan daya saing dari industri padat karya.
“Melalui KIPK, kami berharap pelaku industri mendapatkan keringanan untuk meningkatkan produktivitasnya dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita pada pernyataannya di Jakarta (26/8).
KIPK dirancang sebagai stimulus untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri padat karya. “Skema KIPK memberikan akses pembiayaan bunga ringan untuk pembelian mesin baru maupun modal kerja, sehingga industri bisa lebih produktif,” ujar Direktur Jenderal Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, pada beberapa waktu lalu di acara forum Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Penyaluran Kredit Alsintan dan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat.
Baca Juga:
Kemenperin-JICA Berhasil Jalankan Proyek Digitalisasi IKM Komponen Otomotif
Forum ini dilaksanakan untuk mengoptimalkan penyaluran Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) dan mensosialisasikan program KIPK. Penerima skema KIPK sendiri ditujukan bagi pelaku usaha di sektor industri padat karya tertentu yaitu pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit dan alas kaki, makanan dan minuman, serta mainan anak.
Skema kredit ini ditujukan untuk pembelian mesin atau peralatan produksi baru, pembelian mesin atau peralatan produksi baru dan modal kerja, hingga pembiayaan ulang mesin yang berusia maksimal dua tahun. Plafon pinjaman berkisar Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan tenor maksimal 8 tahun serta subsidi bunga sebesar 5 persen per tahun. Pemerintah menargetkan penyaluran sebesar Rp20 triliun pada 2025 dengan penerima antara 2.000 hingga 10.000 usaha padat karya.
Saat ini pemerintah telah menargetkan plafon kredit sebesar Rp 20 Triliun untuk tahun 2025 dengan potensi penerima mencapai 2.000 hingga 10.000 usaha padat karya.