Purwanto menuturkan bahwa konsumen pernah menggugat secara perdata pada pertengahan 2020, dan hasilnya tercapai perdamaian (homologasi) pada 1 Maret 2021 yang menyepakati pembangunan dilanjutkan 18 bulan sejak Januari 2022.
Sayangnya hingga Desember 2023 janji itu tidak ditepati dan serah terima unit pun batal dilakukan.
Baca Juga:
Ketua Dekranasda Kota Bogor Ingin Batik Bogor Go Internasional
“Karena (pengembang) dalam menjalankan homologasi, kami mengadukan nasib kami kepada Wali Kota Bogor, DPRD Kota Bogor, DPR RI, Presiden RI, juga ke YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Kota Bogor,” ucapnya.
YLKI disebut sudah dua kali mengirim surat kepada pengembang tanpa respons, sementara BPSK Kota Bogor tiga kali menggelar sidang yang juga tak dihadiri pihak pengembang.
Pada 21 Maret 2023 DPRD Kota Bogor memanggil konsumen untuk audiensi, dan pada 15 Juni 2023 DPRD kembali mengundang pengembang.
Baca Juga:
Disparbud Kota Bogor Bakal Sediakan Sudut Kesenian untuk Musisi Jalanan
Pertemuan akhirnya baru digelar pada 10 Desember 2023, dengan kesimpulan perusahaan berkomitmen melanjutkan pembangunan, tetapi hingga kini tanpa kelanjutan nyata.
Kebuntuan berujung pada langkah tiga konsumen yang menuntut pembatalan PKPU dan homologasi, hingga akhirnya pengembang dinyatakan pailit.
Sejumlah aset, termasuk unit apartemen yang telah dibeli konsumen, masuk dalam sitaan kurator setelah terungkap pengembang menanggung utang lebih dari Rp400 miliar kepada bank, Rp40 miliar kepada kontraktor, Rp20 miliar pajak, serta Rp60 miliar kepada konsumen.