WAHANANEWS.CO, Jakarta - NielsenIQ (NIQ), perusahaan yang bergerak di bidang consumer intelligence, baru saja merilis laporan terbaru mengenai tren perilaku konsumen di Indonesia.
Meskipun konsumen Indonesia termasuk yang paling optimistis di dunia, tingkat kepercayaan mereka dalam berbelanja mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya.
Baca Juga:
Berikut 4 Tips Jadi Konsumen yang Cerdas dan Bijak!
Konsumen menjadi lebih berhati-hati, terutama karena kekhawatiran akan kenaikan harga dan perlambatan ekonomi global.
Menurut laporan tersebut, 83% konsumen Indonesia aktif mencari tambahan penghasilan, dan 23% mengakui terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan harian dan gaya hidup mereka.
Meskipun harga-harga naik, konsumen tetap melakukan pembelian, namun dengan sikap yang lebih selektif dan mencoba berbagai merek baru.
Baca Juga:
4 Tips Sukses Bisnis Kuliner di Era Digital
Sebanyak 51% dari mereka bahkan mengaku akan menggunakan teknologi AI untuk membantu mempercepat pengambilan keputusan saat berbelanja.
Laporan NIQ juga mencatat bahwa meski PDB Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,2% pada tahun 2025, ketidakpastian ekonomi global masih menjadi kekhawatiran bagi konsumen.
Kenaikan harga bahan pokok, penurunan kondisi ekonomi, dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menjadi faktor yang membuat konsumen lebih cermat dalam mengatur pengeluaran.
Perilaku belanja juga berubah dengan semakin banyaknya penggunaan teknologi dan peningkatan permintaan akan pengalaman belanja yang lebih baik.
Untuk produk teknologi seperti smartphone dan elektronik, 71% konsumen bersedia membayar lebih demi kualitas yang lebih tahan lama.
Di sektor barang konsumsi cepat (FMCG), konsumen menjadi lebih eksperimental, dengan 50,1% di antaranya mencoba lebih banyak variasi produk untuk makanan ringan dan kecantikan.
Meskipun ada banyak pilihan produk dan penawaran diskon, konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih merek agar tetap bisa menjaga anggaran belanja mereka.
Dena Firmayuansyah, FMCG Commercial Leader di NIQ Indonesia, menyoroti pentingnya memantau perilaku belanja konsumen di tengah ketidakpastian ekonomi.
Ia menyebutkan bahwa meskipun pengeluaran tetap berjalan, konsumen mungkin akan lebih hati-hati dalam mengambil keputusan keuangan jangka panjang.
Strategi yang efektif, menurutnya, meliputi penyediaan produk yang terjangkau namun tetap bernilai, penggunaan teknologi untuk personalisasi, serta penawaran produk premium yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
"Di tengah persaingan yang semakin ketat menjelang 2025, industri harus bisa menyeimbangkan antara harga terjangkau dan kualitas, sambil memanfaatkan teknologi untuk menjangkau konsumen yang semakin melek digital," tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]