WahanaNews.co | Dalam dua hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu dengan dua lembaga rating secara terpisah, Fitch dan Moody’s di Washington DC, Amerika Serikat.
Fitch menyampaikan penilaian ekonomi Indonesia yang cukup mengesankan, baik terkait kinerja ekonomi maupun dalam perumusan kebijakan menghadapi kondisi sulit.
Baca Juga:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Buka Suara Terkait Polemik Program Tapera
"Namun demikian, Fitch juga mengingatkan Indonesia terkait sejumlah hal, antara lain kebijakan quantitative easing akan memengaruhi kinerja perekonomian dan Indonesia perlu berhati-hati dalam menerapkan kebijakan tersebut agar hasilnya tepat sasaran," ujar Sri dalam akun Instagramnya @smindrawati pada Sabtu (15/10/2022).
Dalam pertemuan tersebut, dia menyampaikan perkembangan ekonomi Indonesia, terutama selama penanganan pandemi Covid-19, saat pemerintah memperlebar defisit di atas 3% dari PDB dan pada tahun 2023 kondisi defisit fiskal akan kembali ke angka normal.
"Di samping itu saya juga menjelaskan kondisi fiskal tahun 2022 yang cukup baik namun tetap dengan kewaspadaan tinggi seiring dengan perkembangan ekonomi global yang bergejolak," ungkap Sri.
Baca Juga:
Perdana Menteri Singapura Juga Menjabat Sebagai Menteri Keuangan Baru
Risiko global, kenaikan inflasi, suku bunga, yang berdampak pada cost of fund meningkat, dolar semakin kuat. Bagi negara berkembang, situasi ini membutuhkan pendanaan sehingga isu restrukturiasi utang pun menjadi penting.
"Sementara pada hari ini, saya bertemu dengan perwakilan dari Moody’s, yaitu Anne Van Praagh, selaku Global Head of Sovereign dan Marie Diron selaku Head of APAC and MENA," ungkapnya.
Dari penilaian terakhir (10/2) tahun ini, Moody’s memberikan Indonesia predikat sebagai negara dengan perekonomian yang cukup stabil di tengah situasi global yang bergejolak.
"Pada kesempatan kali ini pun, saya dan para perwakilan Moody’s berdiskusi mengenai prospek perekonomian Indonesia ke depan dengan adanya kondisi peningkatan risiko global," pungkasnya. [jat]