WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa blak-blakan mengaku gajinya sebagai Menkeu justru lebih kecil dibandingkan saat menjabat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), meski jabatan barunya memiliki tanggung jawab lebih besar dan gengsi tinggi.
Pengakuan itu disampaikan Purbaya pada Jumat (12/9/2025) dalam acara Great Lecture Institute.
Baca Juga:
Purbaya Yudhi Sadewa Kritik Program Andalan Presiden Prabowo, Realisasi Anggaran MBG Seret
Ia menceritakan bahwa usai dilantik sebagai Menkeu menggantikan Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, ia langsung menanyakan soal gaji kepada Sekjen Kemenkeu.
“Waktu dilantik, saya tanya ke Sekjen ‘Eh gaji di sini berapa?’ Dijawab, ‘sekian’. Waduh, turun. Jadi gengsinya lebih tinggi, tapi gajinya lebih kecil,” kata Purbaya.
Purbaya menekankan bahwa posisi Menkeu jelas membawa tanggung jawab yang lebih besar ketimbang posisinya sebelumnya di LPS.
Baca Juga:
Dari “Menteri Kagetan” hingga Sindir IMF, Ini Jejak Ucapan Kontroversial Menkeu Purbaya
Ia menilai di LPS pekerjaannya relatif lebih ringan karena tidak ada bank besar yang kolaps selama masa jabatannya.
“LPS juga lembaga penting, tapi duduknya di belakang. Kalau bank-bank jatuh, baru kita bekerja keras. Tapi tidak ada bank besar yang bangkrut, jadi nganggur,” ujarnya.
Sebagai informasi, LPS merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 untuk menjamin simpanan masyarakat di perbankan sekaligus menjaga stabilitas sistem perbankan.
Meski pendapatan turun, Purbaya menyampaikan rasa syukur telah dipercaya Presiden Prabowo Subianto untuk menjabat Menkeu karena posisi ini memberinya ruang kontribusi yang lebih luas.
“Tapi saya bersyukur ditunjuk sebagai Menteri Keuangan. Karena mungkin di posisi ini saya bisa memberi kontribusi lebih banyak dibandingkan di LPS mungkin,” tuturnya.
Berapa sebenarnya gaji seorang Menkeu?
Gaji pokok menteri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 50 Tahun 1980, yakni sebesar Rp5.040.000 per bulan.
Selain gaji pokok, ada beberapa tunjangan lain yang melekat, di antaranya tunjangan jabatan, tunjangan kinerja, dan tunjangan operasional.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001, seorang menteri berhak atas tunjangan jabatan Rp13.608.000 per bulan.
Untuk tunjangan kinerja, menurut Perpres Nomor 111 Tahun 2017, Menkeu berhak atas tukin 150 persen dari tunjangan tertinggi di lingkungan Kemenkeu.
Jika merujuk Perpres Nomor 156 Tahun 2014, tukin tertinggi di Kemenkeu adalah Rp46.950.000 di kelas jabatan 27, sehingga Menkeu menerima sekitar Rp70.425.000 per bulan.
Dengan demikian, total gaji Menkeu paling sedikit Rp89.073.000 per bulan, gabungan dari gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja, belum termasuk tunjangan operasional, tunjangan makan, serta fasilitas seperti rumah dinas dan mobil dinas.
Sementara itu, gaji Ketua DK LPS jauh lebih tinggi, yakni Rp85 juta per bulan, sementara wakil ketua Rp75 juta.
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya juga melontarkan kritik balik kepada Rocky Gerung yang hadir dalam acara itu.
Ia memaparkan data pertumbuhan ekonomi yang menurutnya tidak bisa dilepaskan dari intervensi Presiden Joko Widodo saat menjabat Presiden ke-7 RI.
“Jadi saya mau ngritik Pak Rocky Gerung sedikit. Dia suka ngeledekin Jokowi nggak ngapa-ngapain. Ini loh Pak,” ujar Purbaya sambil menunjuk grafik yang menampilkan capaian pertumbuhan ekonomi, disambut tawa audiens.
Menurutnya, Jokowi berperan besar menahan gejolak ekonomi kala itu.
“Jadi ini dipaksa intervensi langsung oleh Presiden sampai ke sana. Jadi, Presiden Jokowi itu berjasa buat kita walaupun di sampingnya ada saya sih,” katanya yang kembali disambut gelak tawa.
Dengan nada bercanda, Purbaya bahkan menyarankan Rocky Gerung untuk kembali belajar ekonomi agar memahami angka-angka yang menopang negara.
“Jadi, Pak Rocky mungkin sedikit belajar ekonomi lagi, Pak,” ucapnya.
Meski demikian, Purbaya menegaskan tetap mengagumi sosok Rocky.
“Gua senang bisa ngledek Rocky di sini. Kalau di sana dia berkuasa, di sini saya berkuasa. Pak Rocky setiap itu saya lihat tuh pidato Anda itu menarik sekali. Jadi saya ikutin ahli filsafat. Mumpung bisa kritik, saya kritik di sini,” katanya yang kembali disambut riuh audiens.
Menurutnya, kritik sah saja, namun pemahaman terhadap data dan fakta ekonomi sama pentingnya.
Ia menambahkan bahwa krisis yang sempat melanda Indonesia pada 2003–2004 lebih disebabkan faktor ekonomi, bukan semata politik.
“Ini yang Anda rasakan betapa tahun 2003, 2004 pertengahan sampai akhir itu, ekonomi susah lagi. Keluarlah Indonesia suram dan lain-lain. Bukan dari politik, tapi dari ekonomi yang dibunuh penyebab utamanya,” ujar Purbaya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]