WAHANANEWS.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap financial influencer (finfluencer) guna memastikan mereka lebih bertanggung jawab dalam memberikan informasi serta melindungi masyarakat dari potensi penipuan.
Aturan ini dijadwalkan terbit pada semester kedua 2025.
Baca Juga:
OJK Dorong Perbankan di Sulut Jemput Bola untuk Himpun Dana Masyarakat
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa saat ini OJK tengah menyusun regulasi tersebut.
"Kami sedang menggodok aturannya dan diharapkan bisa dirilis pada semester dua tahun ini," ujar Friderica yang akrab disapa Kiki, belum lama ini.
Menurutnya, aturan ini penting mengingat banyak individu tanpa latar belakang keuangan yang kuat tiba-tiba menjadi influencer di media sosial dan berpengaruh terhadap keputusan finansial masyarakat.
Baca Juga:
BI Sultra dan Pemprov Kembangkan Zona Kuliner Halal, Aman dan Sehat di Kendari
Oleh karena itu, regulasi ini akan mencakup seluruh jenis produk keuangan, sehingga para finfluencer lebih bertanggung jawab dalam menyampaikan opini dan rekomendasi di ruang publik.
Di beberapa negara, regulator memiliki kewenangan untuk memverifikasi klaim yang dibuat oleh finfluencer, terutama terkait keuntungan investasi yang mereka promosikan.
"Di luar negeri, regulator bisa mengecek apakah seseorang benar-benar memiliki aset seperti yang diklaim. Misalnya, jika seorang finfluencer mengaku mendapat keuntungan besar dari investasi hingga mampu membeli mobil dan rumah mewah, regulator akan memastikan kebenaran klaim tersebut," jelas Kiki.
Terkait kasus influencer Ahmad Rafif yang tengah menjadi sorotan karena diduga menawarkan investasi dan menghimpun dana masyarakat tanpa izin, Kiki menjelaskan bahwa kasus tersebut berada di bawah wewenang Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) OJK.
"Jika pengawasan finfluencer berada di luar sektor pasar modal, maka menjadi tanggung jawab kami di PEPK. Namun, dalam kasus Ahmad Rafif, pengawasannya berada di ranah pasar modal," pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]