WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dikabarkan akan membentuk Kementerian Perumahan. Artinya, bidang perumahan yang saat ini masih tergabung dalam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan dipisah.
Rencana itu dibocorkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo. Ia mengatakan saat ini dibutuhkan kementerian yang benar-benar fokus pada sektor perumahan.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Hal ini mengingat sektor ini melibatkan banyak subsektor turunan yang membutuhkan perhatian khusus.
Apalagi angka backlog, katanya, meningkat dari 10 juta pada 2015 menjadi 12 juta pada saat ini.
"Pak Budi (Direktur Utama Perumnas), ini saya dengar mungkin ke depan akan ada pemisahan, ada Kementerian Perumahan. Fokusnya berubah kalau ini ke Perumahan lagi. Jadi kita bisa berusaha lebih keras dengan pemerintah untuk membantu konsep development yang lebih teregulasi," ucap Tiko dalam pidatonya pada pembukaan acara Launching The New Face of Apartment Samesta Sentraland Cengkareng, Senin (13/5/2024).
Baca Juga:
Perjuangan Tekan Harga Tiket Pesawat Diungkap Menhub Budi Karya
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Drajad Wibowo tidak membantah ataupun mengiyakan rencana pembentukan itu. Ia hanya menekankan pentingnya sektor perumahan untuk dijalankan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran nanti.
Drajad menjelaskan pemerintahan Prabowo berharap masalah backlog kepemilikan rumah dan kelayakan hunian bisa segera diatasi. Ia merujuk pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 di mana kepemilikan rumah mencapai 9,9 juta unit, turun dari 10,5 juta unit pada 2022.
Lantas perlukah Prabo-Gibran membentuk Kementerian Perumahan?
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan Kementerian PUPR tidak perlu lagi dipisah. Ia menilai jika dipecah menjadi dua kementerian, maka tidak terjadi efisiensi terutama dalam anggaran. Tak hanya itu, bisa juga terjadi tumpang tindih kebijakan antarkementerian.
"Yang jelas memperbanyak perilaku korupsi pejabat. Nambah kementerian kan nambah birokrasi lagi," katanya dikutip CNNIndonesia.
Trubus juga menyinggung Prabowo-Gibran mempunyai program makan siang gratis yang membutuhkan anggaran besar. Ditambah lagi, ada wacana bakal dibentuk kementerian khusus yang mengurus program tersebut.
Jika jumlah kementerian ditambah lagi dengan Kementerian Perumahan, ia khawatir hanya akan menambah anggaran, yang ujungnya membebani APBN.
Menurutnya, jika Prabowo-Gibran ingin mengatasi masalah perumahan, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tata kelola Kementerian PUPR. Masalah backlog sebenarnya bisa diatasi oleh Kementerian PUPR, tanpa perlu memecahnya menjadi Kementerian Perumahan.
Trubus mengatakan Jokowi dulu menggabung Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat karena Jokowi berorientasi pada pembangunan infrastruktur.
"Kalau sekarang mau perumahan rakyat, tinggal diorientasikan saja ke perumahan rakyat. Artinya, anggarannya dialihkan saja," katanya.
Trubus juga mengingatkan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pada Pasal 13, ada empat hal yang perlu dipertimbangkan presiden dalam membentuk kementerian, yaitu efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.
"Kan ada kriterianya dalam Undang-undang, bukan asal nambah," katanya".
Senada, Ekonom Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ketika Kementerian Perumahan Rakyat dulu berdiri sendiri, masalah backlog perumahan juga masih ada. Karena itu, pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak akan efisien.
"Rencana pemisahan ini saya melihat hanya untuk menampung keinginan politik dari parpol koalisi Prabowo," katanya.
Masalah backlog perumahan sekarang ini, sambungnya, bukan karena tiadanya Kementerian Perumahan, melainkan dari sisi permintaan atau masyarakat. Ia mengatakan kenaikan harga rumah sudah melebihi kenaikan pendapatan masyarakat. Apalagi ditambah suku bunga yang cukup tinggi.
"Relaksasi pemberian PPN (pajak pertambahan nilai) bisa meningkatkan permintaan perumahan namun terjadi cascading effect atau harga dinaikkan akibat relaksasi PPN," katanya.
Pengamat Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan jika memang pemerintahan yang baru serius untuk mengatasi masalah backlog perumahan, maka pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa menjadi langkah yang bagus dan strategis. Dengan begitu, kedua kementerian itu bisa lebih fokus dan efektif.
"Urgensi pemisahan keduanya cukup bisa dipahami dari kacamata ekonomi. Sehingga jika kemudian juga searah dengan kepentingan politik pemerintahan yang baru, maka akan semakin menguatkan pemisahan tersebut," katanya.
Kementerian Pekerjaan Umum, katanya, bisa lebih fokus kepada proyek-proyek pekerjaan umum yang sifatnya umum dan strategis.
Sementara Kementerian Perumahan Rakyat bisa fokus memenuhi salah satu kebutuhan dasar masyarakat Indonesia yakni papan atau perumahan, dengan berbagai skema yang semakin memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]