WahanaNews.co | Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK atau PPSK) akhirnya mendapatkan persetujuan DPR untuk diundangkan, menjadi Undang-Undang atau UU P2SK pada Rapat Paripurna pada 15 Desember 2022 lalu.
Pengesahan ini jadi momen krusial, karena akan membawa efek penguatan sektor keuangan nasional di tengah berbagai tantangan baru.
Baca Juga:
MK Kabulkan Gugatan Syarat Pendaftaran Capres-Cawapres Berpengalaman Jadi Kepala Daerah
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan, UU Nomor 4 Tahun 2023 ini sangat komprehensif untuk menunjang kinerja 4 lembaga keuangan di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
UU P2SK ini memuat 5 pilar penting yang diatur pemerintah.
“Kita rumuskan satu undang-undang sangat komprehensif 4 institusi ini bekerja secara serius di bawah Kementerian Keuangan sebagai pemerintahnya,” kata Suahasil dalam Seminar Omnibus Law Sektor Keuangan: Tantangan dan Antisipasi di Hotel Shangri La, Jakarta Pusat, Senin (20/2/2023).
Baca Juga:
DPR Resmi Sahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang
Pilar Pertama
Kelima pilar dalam UU PPSK tersebut antara lain, pertama, memperkuat kelembagaan dari otoritas sektor keuangan dalam konteks fungsi masing-masing dan koordinasi. Dalam UU ini peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan diperkuat.
Menurut Suahasil, diperkuat itu bukan cuma ditambahi mandat ,tetapi juga ditambahi fungsi sehingga bisa menjalani mandat tersebu.
Selain BI dan OJK, pemerintah juga memperkuat otoritas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bahkan terkait LPS dibahas secara khusus.
“LPS ada bagiannya khusus di PPSK khusus. Seluruh institusi diperkuat diatur,” sambungnya.
Pilar Kedua
Kedua, memperkuat tata kelola industri untuk meningkatkan kepercayaan konsumen investor pengguna kepada jasa keuangan. Banyak sekali item dalam UU ini yang intinya tata kelola diperkuat.
“”Bukan hanya apa yang sudah ada dalam sektor keuangan tapi apa yang belum. Malahan yang belum jadi kunci lag,” katanya.
Pilar Ketiga
Ketiga, Pemerintah ingin UU PPSK menciptakan upaya untuk mendorong akumulasi dana jangka panjang. Suahasil menyebut Indonesia punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam menciptakan akumulasi dana keuangan dan sifatnya jangka panjang.
“Ini sangat penting kalau kita mau bangun infrastruktur secara masif harus dalam jangka panjang,” kata dia.
Pilar Keempat
Keempat, perlindungan negara terhadap konsumen produk keuangan. Secara umum Indonesia perlu meningkatkan pengawasan yang sifatnya lebih terintegrasi dan pengawasan yang baik.
“Terintegrasi tidak boleh sekedar jadi statement bukan jadi satu bagian atau divisi tapi tentang perilaku. Saya tidak berbicara mengenai OJK. Ini juga tentang kontekting ke pasar uang, sistem pembayaran, moneter, dan Kementerian Keuangan,” tuturnya.
Ini juga termasuk membuka program penjaminan polis yang sebenarnya lama ditunggu. Mandat dari UU Asuransi tahun 2014 perlu ditata dengan UU dan dimasukkan dalam UU PPSK. Namun penjaminan polis berbeda dengan baik.
“Nature-nya beda karena menyimpang di bank berbeda naturenya dengan membeli polis asuransi yang harus kita lakukan penataan untuk melindungi masyarakat kita,” terang Suahasil.
Pilar Kelima
Kelima, tentang literasi inklusi sektor keuangan yang salah satu penguatannya di OJK. Edukasi itu menjadi lebih kuat aura dan mandatnya.
“Bukan sekadar bikin aktivitas edukasi tapi oebgawasan komdak. Ini penting untuk kita dudukan terus ke depan,” kata dia.
“Itu lima pilar yang ingin kita jaga dalam berbagai bentuk detail. undang-undang ini sangat detail dan diverse bidangnya,” pungkasnya. [eta]