WahanaNews.co | Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan sektor pertanian dan pangan akan mengalami gejolak dari dampak perubahan iklim, turbulensi ekonomi global, hingga situasi politik nasional pada 2023.
Seiring hal itu, dia berharap pemerintah memperhatikan lebih terkait bantuan sosial kepada masyarakat maupun petani untuk mengatasi kondisi tersebut.
Baca Juga:
BMKG Kalsel Intensifkan Edukasi Masyarakat Terkait Peningkatan Suhu Signifikan Lima Dekade Terakhir
"Tahun 2023 tentu saja masuk pada kondisi puncak climate change, dan berbagai turbulensi ekonomi global yang harus menjadi antisipasi. Oleh karena itu bantuan-bantuan sosial tentu akan menjadi bagian-bagian yang harus diperhatikan," kata Syahrul saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Senayan dikutip dari Antara, Kamis (8/9/2022).
Tidak hanya kondisi alam, dia juga menilai kondisi politik dalam negeri menjelang pemilu 2024 perlu direspon dengan mempercepat realisasi aspirasi sektor pertanian lebih awal.
Syahrul menuturkan sektor pertanian akan bisa diandalkan kembali untuk menjadi bantalan ekonomi saat terjadi situasi kondisi ekonomi global yang tidak menentu seperti krisis akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Buka Indonesia International Sustainability Forum 2024, Presiden Jokowi Sampaikan Strategi Penanganan Perubahan Iklim
"Saya kira bantalan utama menghadapi turbulensi kondisi global maupun nasional adalah pertanian. Makan harus tersedia, dan tentu saja bantuan-bantuan sosial akan menjadi bagian-bagian yang penting," bebernya.
Lebih lanjut, dia merinci target produksi beberapa komoditas utama pertanian untuk tahun 2023. Antara lain produksi padi sebesar 54,5 juta ton, jagung 23,05 juta ton, kedelai 590 ribu ton, cabai 2,93 juta ton, bawang merah 1,71 juta ton, tebu 37,15 juta ton, dan daging sapi kerbau 465 ribu ton.
Syahrul menjelaskan pihaknya mendapatkan tambahan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp15,4 triliun.
Tambahan anggaran sebesar Rp1,7 triliun tersebut akan digunakan untuk penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak senilai Rp1,25 triliun dan untuk pengembangan produksi kedelai nasional sebesar Rp450 miliar. [tum]