WahanaNews.co | Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di dunia. Tak salah jika hal tersebut membuat Indonesia dikenal sebagai negara produsen dan eksportir kopi paling besar di dunia.
Banyak kota penghasil kopi di Indonesia, salah satunya adalah Bali.
Baca Juga:
Melalui Program PLN Peduli, Penjualan Kopi Citaman Lawang Taji di Banten Meningkat
Kopi Bali Kintamani dihasilkan dari tanaman kopi Arabika yang ditanam petani di dataran tinggi Kintamani.
Sebagai penghasil kopi terbesar di dunia, maka tak heran jika Indonesia memiliki bermacam-macam jenis kopi dengan karakteristik yang unik di setiap daerahnya.
Aceh terkenal dengan Kopi Gayo Arabika-nya. kopi ini memiliki aroma yang sangat tajam, tapi tidak meninggalkan rasa pahit di lidah setelah meminumnya.
Baca Juga:
PLN Peduli Bangkitkan Geliat Petani Kopi Citaman Lawang Taji di Banten
Ada juga Kopi Toraja yang berasa dari Sulawesi. Kopi yang satu ini memiliki tingkat keasaman yang rendah serta kecenderungan rasa floran dan fruity.
Selain itu, ada Kopi Flores Bajawa yang memiliki aroma yang harum dengan karakteristik manis dan cita rasa kacang-kacangan serta herbal.
Seperti karakteristik unik lainnya, kopi di Bali juga memilikinya. Kopi Kintamani memiliki cita rasa segar dari asam (citrus) seperti jeruk.
Hal ini karena perkebunan Kopi Kintamani biasanya digunakan juga sebagai lahan perkebunan jeruk atau sayuran lainnya. Maka tak heran jika aroma kopinya terasa seperti buah jeruk.
Proses penanaman tradisional.
Kopi ini ditanam di dataran tinggi Kintamani, dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Berada di lereng gunung berapi batur, Kintamani memiliki udara yang dingin dan kering sehingga kopi Arabika yang dihasilkan merupakan varietas yang unggul.
Tak hanya itu, karakteristik yang unggul diperoleh dari cara penanaman tradisional tanpa proses chemical. Sesuai dengan filosofi "Tri Hita Karana" yang masih dilestarikan hingga kini, semua proses penanaman hingga panen dilakukan secara alami dan tradisional.
Tri Hita Karana jika diterjemahkan menjadi tiga penyebab kebahagian. Salah satunya adalah filosofi untuk menjaga keseimbangan alam.
Perkebunan Kopi Kintamani menjaga keseimbangan alam dengan juga menggunakan sistem irigasi subak, pupuk organik, dan tanpa pestisida.
Selain itu penanaman pohonnya ditanam beriringan dengan pohon jeruk atau sayuran. Jadi, tidak heran jika Kopi Kintamani juga dikenal sebagai kopi yang ecofriendly karena proses penanamannya yang begitu memerhatikan lingkungan.
Ketua kelompok petani Kopi Arabika Langit Bali Wayan Sukadana Yasa mengatakan cita rasa serta aroma dari kopi Kintamani ini cenderung terasa citrusy. Hal ini karena proses penanamannya yang unik dan tidak biasa.
"Selain itu aroma dan cita rasa citrusy ini karena penanamannya tanpa proses chemical," kata Wayan.
Kopi Kintamani juga sudah memiliki sertifikat Geographical Indication yang artinya jenis kopi ini sudah diakui secara internasional keberadaannya.
Meskipun jadi salah satu kopi terbaik di dunia, sayangnya Indonesia masih mengalami banyak kendala. Salah satunya adalah proses pengolahan dan pemasaran.
Petani kopi di Indonesia memiliki masalah klasik yakni kesulitan menjual produk. Kebanyakan petani kopi belum memiliki kemampuan untuk mengolah bijih kopi menjadi produk siap jual.
Hal ini juga dirasakan pada petani Kopi Arabica Kintamani "Langit Bali". Padahal kualitas kopi mereka tak kalah dari wilayah Indonesia lain, sebut saja kopi Aceh maupun Lampung.
Sekretaris Perusahaan Askrindo Cahyo Hari Purwanto menjelaskan petani kopi ini bisa menanam, tapi belum bisa mengolah dan menjualnya dengan baik. Hal ini menjadi salah satu permasalahan klasik yang dihadapi petani kopi.
"Kita bantu dari mulai bahan baku, proses, hingga pemasaran. Tidak hanya modal, tapi butuh juga keahlian. Makanya kita bantu pendidikannya juga, nanti bisa produksi sekaligus marketing, sehingga bisa sampai ekspor," jelas Cahyo.
Menurut Cahyo, kurangnya alat mengolah kopi membuat petani memilih datang ke tempat roaster, padahal biaya yang dikeluarkan untuk proses tersebut tidaklah murah.
"Mereka ke roaster. Mau enggak mau harganya ditekan. Petani keuntungan hanya 10 persen. Barista 60 persen. Kalau mereka bisa menekan cost di tempat ini, saya kira itu baik," ungkap dia.
Untuk itu, pelatihan marketing bagi petani sangat penting. Dengan begitu, petani kopi tidak hanya jago menanam saja, namun juga mahir berjualan produknya.
[Redaktur: Zahara Sitio]