WahanaNews.co | Guna mengganti pembangkit listrik berbahan bakar diesel dengan tenaga surya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berupaya mengoptimalkan pemanfaatan dana dari kesepakatan pembiayaan iklim senilai US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 300,16 triliun.
Proyek ini akan mengubah fasilitas dengan total kapasitas 1 gigawatt (GW), yang sebagian besar terletak di daerah pelosok dengan panel surya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
PLN mencari dukungan dari kesepakatan Just Energy Transition Partnership yang telah ditandatangani pada November 2022 di KTT G-20, untuk membantu transisi energi Indonesia dari bahan bakar fosil. Indonesia dan para negara mitra sendiri masih menyusun struktur pembiayaan untuk perjanjian tersebut.
Mengutip Bloomberg, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi mengatakan, sebagai bagian dari tahap pertama perusahaan mungkin membutuhkan sekitar US$ 700 juta atau setara dengan Rp 10,5 triliun untuk membangun 200 MW tenaga surya di 94 lokasi.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendorong pembangkit tenaga surya sebesar 34% pada 2030. Ini masuk dalam target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat dan target bauran energi terbarukan dalam Just Energy Transition Partnership (JETP).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Berdasarkan RUPTL 2021-2030, energi surya akan meningkat sebesar 4,6 GW pada 2030. Energi surya dikatakan akan menjadi tulang punggung kelistrikan Indonesia hingga mencapai 461 GW pada 2060. Selain itu, tren harga Solar PV dinilai akan semakin rendah dan kompetitif. Demikian juga komponen pendukung seperti baterai, sehingga peluang pengembangannya semakin terbuka.
Namun, terdapat tantangan dalam pengembangan solar PV, salah satunya ruang pembangkit listrik yang masih penuh, sehingga diperlukan peran serta masyarakat sebagai konsumen dan produsen untuk memanfaatkan energi terbarukan melalui energi surya.
Selain itu, sistem perlu menjaga kondisi intermiten, baik dengan pembangkit cadangan yang dapat mengkompensasi solar PV maupun terkait dengan local content requirement (LCR).