WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kondisi ekonomi dunia pada 2025 digambarkan dalam situasi yang kompleks dan memprihatinkan, berdasarkan pandangan 900 pemimpin global dari berbagai sektor, seperti akademisi, bisnis, pemerintahan, organisasi internasional, dan masyarakat sipil.
Pendapat mereka dirangkum dalam The Global Risks Report 2025, yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada Januari 2025.
Baca Juga:
Ngeri, Di Hari Kemerdekaan AS Ramai Penembakan Massal Bunuh Warga
“Edisi ke-20 Global Risks Report ini terus menyoroti berbagai risiko global yang semakin kompleks dan mengkhawatirkan,” ujar Saadia Zahidi, Managing Director WEF, seperti dikutip dari laporan tersebut pada Sabtu (18/1/2025).
Laporan ini menjelaskan bahwa krisis global pada 2025 diperkirakan masih dipicu oleh konflik berkepanjangan, seperti invasi Rusia ke Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, dan konflik di Sudan.
Hampir seperempat responden (23%) menempatkan konflik bersenjata berbasis negara—termasuk perang proksi, perang saudara, kudeta, dan terorisme—sebagai risiko utama tahun ini. Dibandingkan tahun lalu, risiko ini melonjak dari peringkat kedelapan ke posisi pertama.
Baca Juga:
PM Inggris Katakan China Ancaman Terbesar Bagi Ekonomi Dunia
Ketegangan geopolitik juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko konfrontasi geoekonomi, seperti penerapan sanksi, tarif, dan penyaringan investasi.
Risiko ini berada di peringkat ketiga dan diperburuk oleh ketimpangan ekonomi, polarisasi sosial, serta berbagai faktor lainnya.
Risiko terkait peristiwa cuaca ekstrem menjadi perhatian kedua terbesar. Dampak perubahan iklim semakin terasa dengan meningkatnya polusi akibat pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas, yang memicu bencana cuaca ekstrem yang lebih sering dan parah.
"Gelombang panas di Asia, banjir di Brasil, Indonesia, dan Eropa, kebakaran hutan di Kanada, serta badai Helene dan Milton di Amerika Serikat hanyalah beberapa contoh terkini dari fenomena tersebut," demikian kutipan dari laporan WEF.
Misinformasi dan disinformasi, bersama dengan polarisasi masyarakat, tetap berada di peringkat keempat dan kelima sebagai ancaman utama.
“Tingginya peringkat kedua risiko ini tidak mengherankan, mengingat cepatnya penyebaran informasi palsu yang memperparah risiko lainnya, mulai dari konflik bersenjata hingga bencana cuaca ekstrem,” tulis WEF.
Kemerosotan ekonomi, termasuk risiko resesi dan stagnasi, menduduki peringkat keenam.
Risiko ini dianggap lebih mengkhawatirkan oleh kelompok usia muda: di bawah 30 tahun menempatkannya di peringkat ketiga, usia 30-39 tahun di peringkat keempat, dan usia 40-49 tahun di peringkat kelima.
Risiko lainnya meliputi perubahan kritis pada sistem bumi (peringkat ketujuh), ketimpangan ekonomi dan pengangguran (peringkat kedelapan), erosinya hak asasi manusia dan kebebasan sipil (peringkat kesembilan), serta masalah ketimpangan sosial (peringkat kesepuluh).
WEF menyerukan agar para pemimpin dari sektor publik, swasta, masyarakat sipil, organisasi internasional, dan akademisi segera bertindak untuk mengatasi tantangan ini.
"Dengan memperkuat dialog yang terbuka dan jujur serta mengambil langkah-langkah cepat, kita dapat mengurangi risiko yang ada, membangun kembali kepercayaan, dan menciptakan masyarakat serta ekonomi yang lebih tangguh," kata Saadia Zahidi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]