Dalam hal pembiayaan, saat ini program BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan) dihapus untuk rumah bersubsidi tetapi justru dilanjutkan untuk rumah komersial (non-subsidi).
"Ini ibarat ada peluru, tetapi tidak ada sasarannya. Atau ada sasaran namun peluru tidak ada. Ya akhirnya jalan di tempat," sebutnya.
Baca Juga:
Penangkapan Bukan Tiba-Tiba, Kejagung Cari Eks Dirjen KA Prasetyo Hampir Tiga Pekan
Senada, Pengamat Properti Nasional, Panangian Simanungkalit berpendapat harus ada lembaga kementerian yang fokus untuk menyelesaikan backlog nasional. Sejak Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dilebur ke Kementerian PUPR di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia melihat pemerintah tidak fokus mengurusi penyediaan rumah rakyat.
"Satu dekade ini di bawah PUPR tidak ada yang fokus. Pemerintah malah membuat peraturan-peraturan yang tidak pernah mereka ketahui sama sekali," tegas Panangian.
Panangian mengaku dapat merasakan kekecewaan besar yang dirasakan asosiasi pengembang yang selama ini sudah bekerja membantu pemerintah dalam menyediakan perumahan untuk masyarakat. Saat ini, ada sekitar 13 ribu perusahaan properti yang masing-masing mempekerjakan sekitar 30 hingga 1.000 orang pekerja.
Baca Juga:
Kapolri Tegaskan: Bandar Judi Online Ada di Dalam Negeri Kita Tangkap
"Tapi pengembang ini justru tidak diberi tempat yang layak oleh pemerintah," ungkap Panangian.
Menurutnya, langkah Presiden Jokowi yang selama dua periode menggabungkan Kemenpera dengan Kementerian PU berarti tidak menganggap dan menghargai kontribusi industri perumahan bagi negara ini.
"Banyak sekali isu (perumahan) yang orang pemerintah sendiri tidak mengerti. Inilah persoalan birokrasi di Indonesia. Kalau dibilang revolusi mental tidak berhasil, itu betul sekali," ujarnya.[sdy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.