WAHANANEWS.CO, Jakarta - Saya terpanggil menulis artikel ini menyusul musibah banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi—Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).
Ini merupakan kali kempat saya mengangkat topik tentang banjir dan longsor tersebut, setelah sebelumnya menerbitkan tiga artikel yang seluruhnya merupakan ungkapan duka dan keprihatinan mendalam atas bencana yang terjadi di Pulau Sumatra.
Baca Juga:
Kerap Dituduh Jadi Pemilik PT Toba Pulp Lestari, Luhut Beri Jawaban Menohok
Ketiga artikel sebelumnya masing-masing berjudul: “Surat Terbuka kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo tentang Usulan Pembentukan Tim Khusus Bantuan untuk Korban Banjir–Longsor di Sumatra,” “Gerakan Gotong Royong Kolosal Nasional untuk Bencana di Sumatra Lebih Penting daripada Perdebatan Status Bencana Nasional,” dan “Duka Banjir di Sumatra yang Bercampur Amarah: Negara Harus Hadir untuk Menegakkan Hukum.”
Motivasi saya tetap sama: keprihatinan sebagai bagian dari anak bangsa dan kecintaan terhadap lingkungan—hutan, sungai, dan keseimbangan alam. Saya percaya setiap warga yang mencintai NKRI pasti merasakan duka dan solidaritas atas musibah yang terjadi di Sumatra. Hanya mereka yang kehilangan nurani yang dapat bersikap acuh dan tidak peduli terhadap penderitaan para korban.
Dalam semua artikel tersebut saya menekankan bahwa prioritas utama—baik bagi pemerintah maupun masyarakat—adalah bantuan kemanusiaan segera dan pemulihan fisik (rumah, fasilitas umum, infrastruktur). Debat yang tidak perlu harus dikerdilkan; seharusnya upaya mengembalikan normalitas dan keselamatan rakyat menjadi fokus utama, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga:
Pelaku Penjarahan di Sumatra Dibebaskan Polisi: Mereka Butuh Makanan
Namun, melihat skala kerusakan dan korban yang telah sangat besar, pendekatan itu saja tidak cukup. Kita juga harus mencari akar penyebab banjir dan longsor — dan meminta pertanggungjawaban semua pihak yang relevan: pengusaha, masyarakat, maupun aktor lain yang terlibat dalam perusakan lingkungan di Sumatra.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berdasarkan update pada 4 Desember 2025: korban meninggal akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah mencapai 836 orang. Angka ini menunjukkan bahwa bencana ini bukan insiden kecil — melainkan bencana besar yang harus mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Dalam konteks tersebut, saya menyoroti kinerja kementerian terkait yang, menurut saya, layak dimintai keterangan dan pertanggungjawaban atas terjadinya banjir dan longsor yang merugikan masyarakat luas. Jabatan menteri adalah posisi publik yang sewajarnya dievaluasi dan dikritisi ketika terjadi musibah besar yang menyita perhatian seluruh rakyat di negeri ini.