WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia belum membangun kilang bahan bakar minyak (BBM) baru sejak 1997. Kondisi ini membuat kapasitas produksi dalam negeri tak mengalami peningkatan, meski kebutuhan energi terus melonjak.
Akibatnya, Indonesia masih harus bergantung pada impor BBM demi memenuhi konsumsi nasional.
Baca Juga:
Elon Musk Serukan Pemakzulan Trump! Drama Politik AS Makin Panas
"Kita membangun refinery terakhir itu tahun 1996–1997. Sudah hampir 30 tahun. Padahal konsumsi minyak selama 30 tahun terakhir terus meningkat setiap tahunnya. Jangan sampai kita terus tergantung dari negara lain," ujar Ahmad Erani Yustika, Sekretaris Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/6/2025).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga mengutarakan keprihatinan serupa. Ia menyebut bahwa ketergantungan terhadap impor minyak dan BBM bukan terjadi secara alami, melainkan disengaja.
Ia menyoroti perbandingan kondisi antara tahun 1997 dan sekarang. Kala itu, Indonesia mampu memproduksi 1,5 hingga 1,6 juta barel per hari (bph), sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500 ribu bph. Indonesia bahkan masih mampu mengekspor sekitar 1 juta bph.
Baca Juga:
Menteri ESDM Dorong KKKS Gabung Industri CCS, Indonesia Punya Potensi Terbesar di Asia Pasifik
Namun saat ini, situasinya berbalik. Produksi minyak hanya berkisar 580 ribu bph, sementara kebutuhan dalam negeri sudah mencapai 1,6 juta bph. Artinya, Indonesia harus mengimpor sekitar 1 juta bph untuk menutupi kekurangan tersebut.
"Pertanyaan berikut adalah apakah penurunan lifting karena penurunan sumber daya alam atau memang ada unsur kesengajaan agar impor terus berjalan? Bapak Ibu, saya katakan demi Allah menurut saya ini ada unsur kesengajaan by design dan untuk mengamankan perintah Pak Prabowo dan untuk Ibu Pertiwi, sejengkal pun saya tidak mundur menghadapi orang-orang seperti ini sedikit pun," tegas Bahlil, mengutip CNBC Indonesia, Rabu (4/6/2025).
Ia mengaku bukan ahli perminyakan atau lulusan institut teknik, tetapi pengalaman bisnis dan pembelajaran di lapangan membuatnya paham strategi di balik kebijakan energi.