WahanaNews.co, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal bulan ini.
Setelah tujuh tahun masa konstruksi, proyek kerja sama antara Indonesia dan China ini akhirnya dapat beroperasi, menjadikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai Kereta Cepat pertama di Asia Tenggara.
Baca Juga:
Jaga Keselamatan Pengguna Jalan, KCIC Tutup Akses Tol Stasiun Kereta Cepat Halim
"Kereta Cepat Jakarta Bandung ini adalah yang pertama di Indonesia dan juga yang pertama di Asia Tenggara, dengan kecepatan mencapai 350 km per jam," kata Jokowi saat meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Senin (2/10/2023).
Situasi ini berbeda jauh dengan proyek kereta cepat yang sedang dikerjakan oleh negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Kedua negara ini sebelumnya juga merencanakan proyek Kereta Cepat atau High-Speed Rail (HSR) yang akan menghubungkan Kuala Lumpur dengan Jurong.
Baca Juga:
Menteri Perhubungan: China Berminat Bangun Kereta Otonom di IKN Kalimantan Timur
Dilansir dari laporan Channel News Asia, pada Jumat (6/10/2023), proyek High-Speed Rail (HSR) atau Kereta Cepat Malaysia-Singapura pertama kali diumumkan pada bulan Februari 2013 oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dalam acara Singapore-Malaysia Leaders' Retreat.
Kedua negara kemudian menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) pada Juli 2016, disaksikan oleh kedua perdana menteri. Hal ini diikuti dengan perjanjian bilateral yang mengikat secara hukum mengenai pembangunan proyek tersebut pada akhir yang sama.
Berdasarkan perjanjian tersebut, layanan kereta cepat ini pada awalnya diharapkan dapat beroperasi pada 31 Desember 2026.
Dalam perjanjian tersebut juga ditetapkan kedua pemerintah masing-masing mengambil tanggung jawab untuk mengembangkan, membangun dan memelihara infrastruktur dan stasiun HRS di negara mereka masing-masing.
Karenanya tidak lama setelah itu, tepatnya pada 2017 lalu Otoritas Transportasi Darat (LTA) Singapura mengumumkan pembentukan anak perusahaan yang dimiliki sepenuh mereka bernama SG HSR untuk melaksanakan proyek dan membangun, memiliki, mendanai, dan memelihara infrastruktur kereta cepat di Singapura.
Perusahaan kemudian akan bekerja sama dengan mitranya dari Malaysia, MyHSR, untuk bersama-sama menunjuk perusahaan aset dan operator internasional guna membangun proyek tersebut melalui tender terbuka.
Melansir Detik, ditentukan juga bahwa proyek tersebut akan berjalan melintasi rel sepanjang 350 km dengan delapan stasiun perhentian yakni: Singapura, Iskandar Puteri, Batu Pahat, Muar, Melaka, Seremban, Sepang-Putrajaya dan Kuala Lumpur. Stasiun terminal direncanakan untuk Bandar Malaysia di Kuala Lumpur dan Jurong East di Singapura.
Proyek Kereta Cepat Malaysia-Singapura Dinilai Tak Bermanfaat dan Mangkrak
Sayangnya saat Mei 2018 terjadi perubahan kepemimpinan dalam pemerintahan usai Pemilihan Umum (Pemilu) ke-14 di Malaysia. Saat itu Koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Mahathir Mohamad meraih kemenangan dramatis atas aliansi Barisan Nasional pimpinan Najib.
Mahathir yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa proyek HSR tidak bermanfaat bagi Malaysia dan tidak akan menghasilkan uang sama sekali.
Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, ia mengatakan proyek HSR akan menelan biaya sebesar RM 110 miliar bagi Malaysia, namun tidak akan menghasilkan satu sen pun bagi negara tersebut.
Pada Juli, ia kemudian mengatakan pemerintahnya akan berupaya melakukan negosiasi dengan Singapura mengenai penundaan proyek tersebut.
"Ketika kami melihat situasi keuangan negara, kami berpikir bahwa kami tidak dapat melanjutkan (dengan HSR)," katanya kepada wartawan saat itu.
"Tetapi setelah mempelajarinya dan implikasi dari pembatalan kontrak secara sepihak, kami memutuskan bahwa kami mungkin harus melakukannya di kemudian hari, kami mungkin harus menurunkan harga. Namun sejauh yang kami bisa, penurunan harga sangat sulit dilakukan. Jadi itu harus ditunda," tambahnya.
Akhirnya pada September 2018, Singapura dan Malaysia kemudian menandatangani perjanjian baru yang secara resmi menyetujui penundaan pembangunan HSR hingga akhir Mei 2020.
Berdasarkan perjanjian baru itu layanan kereta cepat Malaysia-Singapura diharapkan dapat beroperasi pada 1 Januari 2031, atau mundur hampir 5 tahun dari sebelumnya 31 Desember 2026.
Di luar itu Malaysia juga harus membayar biaya gagal sebesar 15 juta dolar Singapura sebelum akhir Januari 2019 karena penangguhan proyek tersebut.
Selain itu, jika Malaysia tidak melanjutkan proyek tersebut pada tanggal 31 Mei 2020, maka Malaysia juga akan menanggung biaya pembatalan proyek yang telah disepakati sebelumnya dan akan dikeluarkan dari Perjanjian Bilateral HSR.
Pada akhir Februari 2020, masa jabatan koalisi Pakatan Harapan di pemerintahan Malaysia tiba-tiba berakhir karena masalah politik.
Dr Mahathir mengundurkan diri sebagai perdana menteri, dan Muhyiddin Yassin ditunjuk untuk memimpin pemerintahan baru yang dipimpin oleh koalisi Perikatan Nasional.
Akhirnya pada Mei 2020, kedua negara kembali mencapai kesepakatan untuk menunda kembali proyek HSR Kuala Lumpur-Singapura hingga akhir tahun.
Keputusan ini dibuat setelah Malaysia meminta untuk memperpanjang masa penangguhan proyek tersebut, agar kedua belah pihak dapat berdiskusi dan menilai usulan perubahan yang diajukan Malaysia terhadap proyek tersebut.
Singkat cerita pada akhir 2020 diberitakan pemerintah Malaysia mungkin melanjutkan proyek tersebut tanpa keterlibatan Singapura.
Oleh karena itu, jalur tersebut kereta cepat yang dimulai di Kuala Lumpur akan bisa berakhir di Johor di Malaysia, bukan di Jurong East di Singapura.
Pada tanggal 1 Januari 2021, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengumumkan bahwa proyek tersebut akan dihentikan setelah perjanjian HSR berakhir pada tanggal 31 Desember 2020.
Selain itu pemerintah Malaysia harus membayar biaya pembatalan proyek sebesar sebesar 102 juta dolar Singapura kepada Negeri Singa tersebut.
Berdasarkan pemberitaan Channel News Asia lainnya, pada Juli 2023 lalu pemerintah Malaysia kembali menyatakan akan melanjutkan pembangunan proyek kereta cepat antara Kuala Lumpur dengan Singapura yang sempat mangkrak.
Saat ini pihak MyHSR tengah mencari pihak swasta yang tertarik untuk berinvestasi dan membangun proyek tersebut. Hal ini dilakukan karena Malaysia enggan menggunakan uang negara guna mendanai investasi pembangunan HSR karena akan memberatkan APBN mereka.
"Kami berterima kasih kepada pemerintah Malaysia atas dukungan kuat terhadap proyek HSR KL-Singapura. Proyek HSR KL-Singapura akan membawa manfaat yang luar biasa bagi masyarakat, khususnya dalam meningkatkan dan memperluas dinamisme perekonomian dari Lembah Klang ke Koridor Selatan semenanjung dan pada akhirnya ke seluruh Malaysia," kata Ketua MyHSR Corp Fauzi Abdul Rahman dalam pernyataannya.
"Selain memberikan pilihan perjalanan baru yang lebih aman, cepat, efisien dan berkelanjutan, proyek ini akan membantu kami berkontribusi pada agenda Malaysia Madani, menghasilkan pertumbuhan jangka panjang dan keberlanjutan bagi masyarakat dan bangsa," tambahnya lagi.
Bagaimana dengan Indonesia, benarkah kereta cepat tidak menguntungkan secara finansial?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan keterangan kepada awak media di Stasiun Padalarang, Bandung, pada Senin (2/10) lalu, Jokowi sempat ditanya soal apakah proyek Kereta Cepat bisa untung atau balik modal.
"Nanti ditanyakan ke KCIC, yang seperti itu tanyakan ke KCIC," kata Jokowi.
Jokowi lantas mengatakan yang terpenting dari pembangunan Kereta Cepat sebetulnya adalah pelayanan ke masyarakat, bukan persoalan untung dan rugi. Dia menyebut sudah menjadi tugas pemerintah untuk memberikan layanan ke masyarakat.
"Yang paling penting rakyat dilayani dengan baik, rakyat dilayani dengan cepat, karena fungsi transportasi massal itu di situ, bukan untung dan rugi," beber Jokowi.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang sering jadi sorotan. Banyak kekhawatiran proyek ini tidak akan memberikan banyak keuntungan buat Indonesia. Bahkan ada anggapan sampai kiamat pun Kereta Cepat tidak akan balik modal.
Pakar Bisnis Rhenald Kasali sebelumnya juga telah mengomentari ini. Menurutnya, proyek transportasi umum tidak seharusnya berfokus pada keuntungan atau kerugian finansial. Hampir di semua negara, proyek transportasi umum biasanya tidak menghasilkan keuntungan, tetapi tujuannya adalah untuk memberikan layanan yang baik kepada masyarakat.
"Ada yang mengatakan bahwa bahkan hingga akhir zaman, proyek Kereta Cepat tidak akan menghasilkan keuntungan. Saya pernah ke Eropa, dan hampir semua proyek di sana juga tidak menghasilkan keuntungan," kata Rhenald dalam acara Hub Space 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (29/9/2023).
Sebagai contoh, Rhenald menyebut kereta di Swiss. Dia menjelaskan bahwa kereta datang ke stasiun setiap 3 menit, bahkan saat akhir pekan ketika warga setempat berlibur dan jumlah penumpang berkurang, kereta tetap beroperasi meskipun dengan sedikit penumpang.
"Meskipun tidak ada penumpang, mereka tetap beroperasi dan diperbaiki terus. Ketika saya mencari informasi, ternyata semuanya disubsidi. Jadi, jika Anda berpikir bahwa proyek transportasi umum harus menghasilkan keuntungan, maka tidak akan pernah ada proyek tersebut. Karena transportasi publik biasanya memerlukan subsidi," jelas Rhenald.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]