WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketika seorang terpidana korupsi mengaku hendak “menghibahkan” aset bernilai triliunan rupiah, publik sontak menoleh, karena istilah hibah atas lahan yang sejatinya merupakan kawasan hutan negara jelas memantik polemik tajam di ruang hukum dan politik.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa hutan adalah kekayaan negara yang dikuasai negara berdasarkan konstitusi sehingga tidak dikenal istilah hibah oleh individu terhadap aset yang berada di atas kawasan tersebut.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Pembangunan Jalan, KPK Panggil Wali Kota Padangsidimpuan
Pernyataan itu disampaikan Misbakhun saat dimintai tanggapan pada Minggu (12/10/2025), menanggapi keinginan terpidana kasus korupsi sekaligus bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi yang ingin menghibahkan aset senilai Rp 10 triliun berupa kebun sawit dan pabriknya ke Badan Pengelola Investasi Danantara.
Menurutnya, pihak Surya Darmadi telah keliru memahami makna hibah karena kawasan hutan yang telah berubah fungsi menjadi kebun sawit tetap berstatus sebagai milik negara, bukan hak milik pribadi yang bisa dengan mudah dialihkan.
Misbakhun menekankan bahwa hutan yang telah dialihfungsikan secara tidak sah tidak serta-merta membuat kepemilikan lahan beralih ke individu sehingga konsep hibah tersebut tidak bisa diterapkan begitu saja.
Baca Juga:
Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka Korupsi Proyek PLTU Kalbar, Nilai Proyek Capai Ratusan Miliar
“Hutan yang sejatinya milik negara, tapi sudah dialihfungsikan secara tidak sah dan melalui proses prosedur yang benar kemudian mau dihibahkan, jelas itu salah memaknai hibah,” ucap politikus Partai Golkar ini.
Ia menambahkan bahwa proses hibah hanya dapat ditujukan kepada negara, bukan kepada satu entitas tertentu sesuai selera pemberi.
“Tidak bisa pemberi hibah menentukan akan diberikan kepada pihak tertentu seperti Danantara karena Danantara adalah bagian dari negara,” katanya.
Misbakhun juga mengingatkan bahwa kejelasan status aset menjadi hal paling krusial sebelum bicara soal hibah karena aspek hukum tidak bisa diabaikan.
“Kita harus hati-hati sekali, status asetnya harus clear and clean dari aspek kasus hukum dan aspek legalitas lainnya,” ujar Misbakhun.
Atas dasar itu, ia menilai pernyataan hibah yang disampaikan Surya Darmadi tidak relevan karena yang bersangkutan hanya memiliki hak guna usaha, bukan hak kepemilikan atas tanah.
“Surya Darmadi hanya memiliki hak guna usaha atas perkebunan, jadi kalau yang mau dihibahkan itu tanah yang sedang bermasalah dengan alih fungsi hutan maka itu sebenarnya masih bukan aset milik pribadi Surya Darmadi yang mau dihibahkan,” ujarnya menegaskan.
Sebelumnya, pada Jumat (10/10/2025), tim kuasa hukum Surya Darmadi menyampaikan dokumen ke Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat berisi pernyataan keinginan menghibahkan aset senilai Rp 10 triliun berupa kebun sawit dan pabrik ke Danantara.
“Baik ya, jadi untuk surat yang sudah disampaikan terdakwa melalui penasihat hukum sudah kami terima,” ujar Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah dalam sidang tersebut.
Usai persidangan, kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso menyebut bahwa kliennya menyerahkan aset itu sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah.
Diketahui, Surya Darmadi saat ini sedang menjalani hukuman 16 tahun penjara dalam kasus korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu, Riau, yang menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Ia sempat mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung namun permohonan tersebut ditolak oleh majelis hakim PK.
Saat ini, Surya Darmadi masih menjalani proses hukum sebagai pemilik tujuh perusahaan di bawah PT Duta Palma Group yang berstatus sebagai terdakwa korporasi dalam perkara tersebut.
Karena mendekam di Lapas Nusakambangan, Surya mengikuti seluruh proses persidangan secara daring dan tidak hadir langsung di ruang sidang.
Kejaksaan Agung telah menyita sejumlah aset dan uang yang terkait dengan kasus ini dengan nilai mencapai triliunan rupiah sebagai bagian dari eksekusi hukuman.
Dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung mengurangi nominal uang pengganti yang wajib dibayarkan Surya Darmadi dari Rp 41,989 triliun menjadi Rp 2,2 triliun sebagaimana ketetapan yang diketuk Ketua Majelis Kasasi Dwiarso Budi Santiarto bersama dua anggota majelis, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana pada 14/09/2023.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]