Cita-cita Soeharto agar negaranya terhubung dengan satelit terwujud pada 1969. Sejak saat itu, Indosat menjadi service provider tunggal bagi Perumtel dalam penyediaan jasa sambungan telepon internasional.
"Dengan demikian, sejak 1969 lalu lintas telekomunikasi Indonesia makin terbuka dengan negara luar. Penyampaian informasi semakin lancar baik secara audio maupun visual," tulis penulis buku Sejarah Telepon Umum (2019).
Baca Juga:
Kabel Indosat dan Telkom Diputus Pemerintah Kota Depok
Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memantik kebangkitan Indosat. Meningkatnya frekuensi komunikasi internasional membawa berkah bagi Indosat. Perusahaan ini untung besar. Bahkan, bisa membalikkan seluruh modal investasi yang ditanam di Indonesia.
Namun, Indosat saat itu masih perusahaan asing. Pemerintah hanya kecipratan sedikit uang. Alhasil, muncul wacana nasionalisasi pada 1980.
Namun, wacana ini ditolak Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, J.B Sumarlin. Sumarlin malah ingin Indosat dibeli sahamnya oleh pemerintah sesuai mekanisme bursa dan harga pasar.
Baca Juga:
Indosat dan Mastercard Umumkan Kerja Sama untuk Tingkatkan Inklusi Keuangan Indonesia
"Presiden Soeharto setuju usulan Sumarlin dan menunjuknya menjadi Ketua Tim Akuisisi Indosat. Proses akuisisi berlangsung alot," tutur Sumarlin.
Hingga akhirnya AS sepakat melepas Indosat seharga US$ 43,6 Juta. Dari sini, secara resmi, Indosat milik pemerintah Indonesia. Pengambialihan Indosat tidak salah langkah. Sebab, setelahnya Indonesia makin tertimpa durian runtuh.
Indosat makin berjaya dan mengalahkan Telkom. Bahkan pada 1994, melansir CNBC Indonesia, perusahaan ini menjadi BUMN pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan New York Stock Exchange.