WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan telah ditemukan indikasi fraud pada 4 debitur bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan nilai Rp 2,5 triliun.
Informasi tersebut muncul setelah Tim terpadu yang menangani kasus dugaan korupsi di LPEI selama periode 2019-2023 melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.
Baca Juga:
Sri Mulyani Minta Pemangkasan 50% Anggaran Perjalanan Dinas, Ini Instruksinya
"Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp 2,5 triliun," ujar Sri Mulyani, dalam konferensi pers, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Adapun inisial dari keempat debitor yang terindikasi melakukan fraud itu ialah, PT RII dengan nilai outstanding kredit sebesar Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp 216 miliar, PT SPV sebesar Rp 144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar.
Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, keempat perusahaan itu bergerak di bidang yang berbeda-beda.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
"Perusahaan yang empat ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, di bidang batu bara, nikel, dan shipping atau perkapalan," tutur dia, ditemui di tempat yang sama.
Sri Mulyani menyatakan bahwa Tim terpadu yang menangani kasus dugaan korupsi di LPEI telah menyerahkan hasil temuannya kepada Kejaksaan Agung untuk proses identifikasi yang lebih lanjut.
"Temuan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk diperiksa lebih lanjut dalam proses penyidikan," ujar Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengutip Kompas.com, Selasa (19/3/2024).
Burhanuddin juga menjelaskan bahwa saat ini Tim terpadu yang terdiri dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan LPEI sedang memeriksa 6 perusahaan lain yang diduga terlibat dalam fraud, dengan jumlah pinjaman yang belum dibayar sebesar Rp 3,85 triliun.
"Ia menekankan kepada perusahaan-perusahaan debitur Batch 2 agar segera mematuhi kesepakatan dengan Jamdatun, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan, agar tidak perlu melanjutkan ke proses hukum," ucapnya.
Sebagai informasi, laporan kredit terindikasi fraud di LPEI itu sebenarnya terdeteksi pada tahun 2019 dan sampai saat ini para debitur perusahaan tersebut statusnya belum ditentukan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]