WAHANANEWS.CO, Jakarta - Beberapa hari terakhir, masyarakat di sejumlah daerah mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas LPG 3 kg. Kelangkaan ini terjadi di berbagai wilayah, termasuk Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Harga gas melon pun mengalami lonjakan di tingkat pengecer akibat stok yang terbatas.
Baca Juga:
Masyarakat Diminta Cek Keaslian Segel LPG Bright Gas dengan Cara Ini
Haris, seorang pemilik warung makan di Bandung, mengaku kesulitan mendapatkan gas 3 kg untuk keperluan memasaknya.
Biasanya, ia bisa membeli dengan mudah di agen langganannya, tetapi dalam beberapa hari terakhir, gas tersebut tidak tersedia.
"Saya sudah keliling ke beberapa tempat, tapi stoknya kosong. Padahal, usaha saya sangat bergantung pada gas ini," ujar Haris, Minggu (2/2/2024).
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Awasi Takaran Isi Tabung LPG 3 kg
Kelangkaan juga dirasakan oleh Dina, seorang ibu rumah tangga di Yogyakarta. Menurutnya, harga gas 3 kg yang biasanya berkisar Rp20.000 per tabung kini melonjak hingga Rp28.000 di pengecer.
"Di warung-warung kecil sudah habis. Kalau pun ada, harganya mahal sekali," kata Dina.
Di Surabaya, kondisi serupa terjadi. Rudi, seorang pengemudi ojek online yang juga menjual gas secara kecil-kecilan, menyebut pasokan dari agen utama semakin berkurang.
Ia pun harus membatasi penjualan kepada pelanggan tetapnya.
"Biasanya saya bisa dapat 10-15 tabung per hari dari agen, sekarang cuma dapat 5 tabung. Itu pun harus rebutan dengan yang lain," ujarnya.
Perketat Distribusi LPG 3 Kg
Pemerintah memang tengah mempersiapkan transformasi sistem distribusi LPG 3 kg mulai 2025 melalui program penyaluran subsidi berbasis individu yang lebih terstruktur.
Program ini didukung dengan penyusunan regulasi baru dan revisi peraturan yang ada.
Mulai 2027, akses terhadap LPG 3 kg bersubsidi akan dibatasi hanya untuk konsumen yang memenuhi kriteria.
Salah satu langkah kunci adalah merevisi Perpres No. 104/2007 untuk mengidentifikasi penerima manfaat yang sah. Revisi ini dijadwalkan rampung pada akhir 2024.
Implementasi program telah dimulai sejak Maret 2023 melalui Kepmen ESDM No. 37.K/MG.01/MEM.M/2023, dengan pendataan bertahap untuk rumah tangga dan UMKM. Per Juni 2024, hampir seluruh transaksi pembelian telah terintegrasi dalam sistem MAP Pertamina.
Di sisi lain, Indonesia menghadapi tantangan ketergantungan impor LPG yang signifikan. Menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, produksi domestik hanya 1,4 juta ton, sementara konsumsi nasional mencapai 8 juta ton per tahun.
Akibatnya, negara harus mengimpor 6-7 juta ton LPG yang menyebabkan kerugian devisa hingga Rp63,5 triliun per tahun.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah merencanakan pembangunan pabrik gas dengan kandungan propana (C3) dan butana (C4) sebagai alternatif LPG, serta pengembangan jaringan gas untuk rumah tangga.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]