WahanaNews.co | Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menyingkirkan setidaknya 6 perusahaan dalam dua bulan ini.
Ekonom memprediksi akan semakin banyak perusahaan yang akan melakukan PHK, mulai dari sektor fesyen hingga pariwisata.
Baca Juga:
UU PDP Bikin Konsumen Makin Nyaman Bertransaksi Digital
"Saya kira iya (berlanjut) karena ekonomi tahun depan kita kan juga diprediksi lebih rendah dari sekarang untuk beberapa sektor ya turun. Pertama misalnya yang biasanya kena duluan itu industri pakaian, industri tekstil, sandang itu akan kena duluan. Kemudian pariwisata nggak bangkit-bangkit memang masih begini saja," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, kepada detik, Senin (24/10/2022).
Sementara sektor lain juga diprediksi akan mengalami penurunan pada bisnisnya, walaupun kemungkinan PHK kecil.
"Misalnya otomotif juga akan menurun, tetapi otomotif ini PHK sih nggak ya, bisnisnya saja. Kalau yang lain, sektor perusahaan yang target marketnya mungkin kelas menengah ke bawah," lanjutnya.
Baca Juga:
Petani Tembakau di Kendal Sulit Dapatkan Pupuk Subsidi
Menurut Tauhid, fenomena PHK yang sudah banyak terjadi dua bulan belakangan ini memang tidak bisa dihindari. Bahkan dia menuturkan bahwa menjadi puncak ujian bagi berbagai perusahaan terutama startup.
"Bagi perusahaan tersebut melihat apakah skenario keuangan mereka jangka panjang atau tidak. Kalau kita lihat kan ini marketnya tidak sesuai. Grab ini baru saja terjadi, yang lain memang mereka saat ini harus memilih mana yang menguntungkan atau tidak," tuturnya.
Saat ini, Tauhid mengatakan banyak startup yang memang kalah saing dengan yang lebih besar. Mengingat masyarakat terlihat akan lebih cenderung memilih kepada startup yang lebih besar.
"Nah itu kemungkinan adalah penyebab mereka tidak bisa bertahan karena mereka juga memberikan support lebih kepada karyawan juga, tetapi bisnisnya tidak terbangun. Jadi kalah persaingan tidak kuat lagi memberikan dukungan pendanaan ataupun bakar uang," lanjutnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga mengatakan fenomena PHK akan berlanjut hingga tahun depan. Apa lagi ke depan ancaman resesi global sangat besar.
Namun, dia tidak mengatakan seberapa banyak sektor bisnis yang akan terdampak. Faisal menjelaskan penyebab banyak terjadinya PHK saat ini karena berbagai faktor.
"Ada beberapa disebabkan karena semakin tingginya biaya produksi ditambah karena inflasi. Harga bahan baku makin mahal, apalagi terjadi pelemahan nilai tukar rupiah yang mempengaruhi juga. Terutama bagi yang menggunakan bahan baku dari luar negeri jadi lebih mahal," ujarnya.
Selain itu, kenaikan biaya logistik, harga BBM subsidi dan non subsidi juga menjadi faktor lainnya. Sehingga akhirnya mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan.
"Ini menjadi hal yang harus diwaspadai karena trennya akan berlanjut ke depan, ini akan terus terjadi ke depan," ungkapnya.[zbr]