Sebelum COVID-19, jumlah penumpang feri mencapai 3,9 juta orang per tahun, yang terdiri atas 1,9 juta turis mancanegara dan sisanya penumpang lokal Batam dan Non-Batam.
Setelah pandemi berakhir, bisnis feri Batam-Singapura belum kembali normal. Hingga tahun 2023, hanya 60% tiket terjual, atau sekitar 2,2 juta penumpang.
Baca Juga:
Menko Airlangga Ingatkan agar Koperasi Utamakan Anak Muda dan Digitalisasi
Tarif tiket feri yang sebelumnya berkisar antara Rp 270.000 hingga Rp 450.000 kini mencapai Rp 760.000 hingga Rp 780.000 untuk perjalanan pulang-pergi.
Hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya jumlah penumpang, meningkatnya harga solar, dan naiknya biaya operasional.
Dalam diskusi, Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, trayek angkutan laut dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing.
Baca Juga:
Bakamla RI Jemput 16 Nelayan Indonesia Yang Ditangkap Malaysia
Tarifnya diatur oleh Menteri Perhubungan, dengan mempertimbangkan biaya variabel dan biaya tetap. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang mengatur bahwa penentuan tarif harus melalui kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia, Haris Muhammadun, mengungkap bahwa dalam angkutan laut, penentuan harga pada dasarnya didasarkan pada kemampuan membayar (ability to pay) dan kesediaan membayar (willingness to pay).
Menurutnya, kedua faktor ini dapat menentukan tarif batas bawah dan batas atas, seperti yang diterapkan dalam industri penerbangan.