WahanaNews.co | Secara ekonomis, para ahli melihat bahwa generasi milenial tergolong kelompok yang banyak menerima tantangan. Tidak seperti Gen X dan baby boomer, generasi ini kebanyakan menyelesaikan pendidikan di saat angka pengangguran sangat tinggi.
Kebanyakan terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran relatif rendah, sementara biaya hidup tinggi.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Banyak juga di antara generasi ini yang harus mengambil pekerjaan di bawah kualifikasi yang dimilikinya. Tidak sedikit juga yang menunda pernikahan atau menunda memiliki anak karena alasan finansial.
Meski demikian, generasi ini tetap mampu mencapai peningkatan daya beli dan ada di posisi yang sangat memengaruhi pasar saat ini.
Karena kondisi-kondisi tersebut, pendekatan generasi ini dalam berbelanja berbeda dengan generasi sebelumnya. Brand perlu memahami pengambilan keputusan, prioritas, dan perilaku konsumsi mereka.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Karakter transaksi generasi milenial
Di Indonesia, generasi ini merupakan populasi pasar paling potensial saat ini, baik dari sisi kuantitas maupun perilaku konsumsi. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang banyak sekali membelanjakan pendapatan yang diperolehnya.
Namun, jangan keliru, mereka tidak sembarang berbelanja. Ada hal-hal tertentu yang secara spesifik ingin mereka dapatkan dari transaksi yang dilakukan.
Mencari rasa nyaman
Generasi ini tertarik melakukan transaksi sebagai ekspresi dari identitas diri. Brand harus mampu ‘berbicara’ dengan generasi ini sampai pada level mereka merasa nyaman.
Berbeda sekali dengan generasi sebelumnya yang bertransaksi berdasarkan kuantitas, generasi ini lebih menghargai nilai uang. Produk yang dibeli tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan yang bersifat logistik, tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan emosional.
Salah satu cara brand memenuhi kebutuhan ini, misal dengan memberi kembali. Namun, perlu dipastikan hal ini dilakukan dengan cara yang mudah dipahami konsumen.
Sebagai contoh, program ‘beli satu, beri satu’. Dengan membeli satu paket nasi, konsumen telah memberikan satu paket kepada yang membutuhkan. Program seperti ini membuat konsumen milenial merasa nyaman dengan pembelian mereka.
Generasi millennial mementingkan pemenuhan kebutuhan emosional saat bertransaksi
Lebih mementingkan pengalaman
Sebagian besar konsumen dari generasi ini lebih memilih membelanjakan uang untuk sesuatu yang memperkaya pengalaman. Mereka bahkan bersedia membayar mahal. Hal ini tampaknya sudah disadari oleh cukup banyak brand.
Tidak heran banyak merek yang sudah mengubah strategi pemasarannya menjadi experiential marketing. Pada dasarnya, strategi ini mencakup kesempatan untuk berinteraksi, baik dengan brand maupun konsumen lain. Bisa dalam bentuk pertemuan di kota tertentu atau pengalaman virtual.
Milenial suka berbagi tentang pembeliannya
Generasi milenial kerap membagikan pengalaman mereka berbelanja di media sosial. Sebagai generasi pertama yang terpapar perkembangan teknologi secara signifikan, hal ini sangat wajar sekali.
Media sosial dianggap sebagai media yang tepat agar pendapat mereka didengar, juga untuk mendengar pendapat orang lain. Oleh sebab itu, brand perlu secara aktif terlibat dengan pengguna media sosial.
Benar-benar mendengarkan apa yang disampaikan pelanggan dan siap mengatasi berbagai persoalan yang timbul.
Terbuka dengan merek baru
Konsumen dari generasi ini tidak keberatan mencoba merek baru. Mereka kadang lebih condong kepada brand baru yang inovatif dibanding merek lama yang dianggap dapat dipercaya.
Loyalitas generasi ini terhadap suatu merek memang relatif rendah. Brand perlu mulai berpikir untuk memenuhi kebutuhan konsumen, bukan memenangkannya dari kompetitor. Model bisnis pun perlu ditata ulang, loyalitas tidak lagi menjadi tujuan akhir, tetapi selalu berikan alasan agar konsumen mau terhubung kembali.
Lebih percaya pendapat orang yang dikenal atau dijadikan rujukan
Menariknya, meski generasi ini terbuka dengan merek baru, mereka tidak begitu saja bersedia mencoba merek baru. Bahkan, secara aktif mereka menghindari iklan yang dibuat oleh brand.
Mereka lebih suka menunggu seseorang yang mereka percaya mencoba produk dan menyampaikan pendapatnya. Generasi ini juga lebih mempercayai ulasan konsumen daripada penjelasan dari brand. Jadi, langkahmu sudah tepat bila memasukkan kolaborasi dengan influencer sebagai bagian dari strategi pemasaran.
Mencari sesuatu yang relevan
Milenial hampir selalu mengapresiasi brand yang membuat iklan atau konten media sosial yang dianggap relevan dengan mereka. Personalisasi dan relevansi merupakan kunci untuk menjangkau kelompok konsumen ini. Maka, brand perlu melakukan riset tentang bagaimana caranya agar dapat terhubung dan dianggap relevan. [qnt]