WAHANANEWS.CO, Jakarta – Kali ini, unit Wilmar di China dinyatakan bersalah dalam kasus penipuan kontrak dan diwajibkan membayar kompensasi sebesar RM1,1 miliar atau sekitar Rp4,4 triliun.
Masalah hukum membayangi Wilmar International Ltd. milik orang terkaya di Malaysia, Robert Kuok.
Baca Juga:
Saudara Serumpun Medan & Kuala Kurau Malaysia: Akan Jalani Kolaborasi Apa?
Dikutip dari Free Malaysia Today, melansir Kontan.Id, Rabu (26/11/2025) pengadilan Huaibei Intermediate People’s Court memutuskan bahwa Yihai (Guangzhou) Oils & Grains Industries Co Ltd, anak usaha Wilmar, ikut bertanggung jawab atas dugaan penipuan kontrak yang melibatkan perdagangan minyak sawit antara perusahaan negara Anhui Huawen dan perusahaan swasta Yunnan Huijia.
Guangzhou Yihai dan Yunnan Huijia diperintahkan menanggung kerugian mencapai 1.88 miliar yuan, sementara Guangzhou Yihai juga dikenakan denda 1 juta yuan.
Kasus ini bermula pada Januari 2024 ketika jaksa mendakwa unit Wilmar sebagai pihak yang ikut terlibat dalam praktik penipuan yang menyebabkan kerugian hingga 5.2 miliar yuan bagi Anhui Huawen.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Dorong Kerja Sama Konkret dan Integrasi Kawasan
Meski demikian, Wilmar membantah seluruh tuduhan dan menyatakan akan mengajukan banding. Dalam keterangannya kepada Bursa Singapura (SGX), perusahaan menyebut bahwa dampak finansial dari putusan ini masih belum dapat dipastikan hingga proses banding selesai.
"Karena kasus ini akan diajukan banding, dampak keuangan dari putusan terhadap grup Wilmar dan perusahaan masih belum pasti," ungkap Wilmar pada Kamis (20/11/2025).
Terjerat Masalah Hukum di China dan Indonesia
Kasus di China ini menambah daftar masalah hukum Wilmar setelah perusahaan tersebut lebih dulu menghadapi kasus korupsi di Indonesia.
Mahkamah Agung Indonesia sebelumnya memutuskan bahwa lima anak usaha Wilmar terlibat dalam tindakan merugikan keuangan negara, memperoleh keuntungan tidak sah, serta merusak persaingan usaha.
Kasus tersebut terkait dugaan tindakan koruptif selama krisis minyak goreng pada 2021. Putusan Mahkamah Agung membatalkan keputusan pengadilan tingkat pertama, mengharuskan Wilmar membayar Rp11,9 triliun sebagai kompensasi untuk negara.
Mengguncang Kerajaan Bisnis Robert Kuok
Dampak dari kasus hukum beruntun ini turut dirasakan PPB Group, di mana sahamnya turun hingga 7.2% dalam dua sesi perdagangan sejak putusan di China diumumkan pekan kemarin.
Harga saham ditutup pada RM11, membuat kapitalisasi pasar PPB berada di RM15,65 miliar. Wilmar tetap menjadi penyumbang utama laba PPB, memberikan RM992 juta atau hampir 75% dari total laba sebelum pajak PPB sebesar RM1,33 miliar pada tahun keuangan 2024.
Perlis Plantations Bhd atau PPB didirikan oleh Robert Kuok pada 1968. Perusahaan ini awalnya berfokus pada penanaman dan penggilingan tebu di Perlis. Seiring waktu, bisnisnya berkembang pesat ke sektor kelapa sawit, produksi makanan, manajemen limbah, distribusi film, investasi properti, hingga pembangunan real estate.
Pada 1971, Kuok mendirikan Shangri-La Hotel Singapore, hotel mewah pertamanya. Nama “Shangri-La” diambil dari novel Lost Horizon karya James Hilton, yang melambangkan tempat damai dan ideal.
Mengutip South China Morning Post, Shangri-La Group yang bermarkas di Hong Kong mengelola lebih dari 100 properti di 76 destinasi dunia, termasuk Beijing, Tokyo, Dubai, dan London. Brand ini menjadi ikon hotel mewah Asia yang bersaing dengan nama besar seperti Marriott atau Hilton.
Selain Shangri-La, bisnis Robert Kuok yang bernaung di bawah Kuok Group mencakup Kerry Properties, Kerry Logistics, hingga Wilmar International yang merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Berdasarkan catatan Forbes per November 2025, Robert Kuok masih menjadi orang terkaya di Malaysia dengan kekayaan mencapai US$13,5 miliar (sekitar Rp 225,5 triliun).
Kekayaan itu juga menempatkannya, untuk sementara, ada di peringkat ke-203 dalam daftar orang terkaya di dunia.
Di usia yang sudah memasuki 102 tahun, dirinya juga menjadi salah satu orang terkaya paling tua di dunia dan masih aktif memberikan pengaruh di dunia bisnis sampai hari ini.
[Redaktur: Alpredo Gultom]