WahanaNews.co, Washington D.C - Dalam situasi ketegangan antara Israel dan Hamas sejak 7 Oktober 2023, komunitas global menilai Amerika Serikat telah bersikap munafik.
Meskipun menjadi negara adidaya, Amerika Serikat belum mampu meredakan ketegangan tersebut.
Baca Juga:
Benarkah AS Tak Lagi Adidaya? Ini 3 Penyebab Runtuhnya Amerika Versi Warganya Sendiri
Mayoritas negara di seluruh dunia mengutuk tindakan yang dianggap sebagai genosida oleh Israel di Jalur Gaza. Sebaliknya, Amerika Serikat justru menunjukkan dukungan terhadap Israel daripada berperan sebagai mediator.
Banyak negara di dunia merasa bahwa Amerika Serikat tidak konsisten dalam sikapnya, yang memunculkan pandangan negatif terhadap negara tersebut.
Sejauh ini, apa saja kemunafikan terbesar yang dilakukan oleh Amerika Serikat?
Baca Juga:
Teror Drone Kamikaze Guncang Pangkalan Irak, Siapa Dalangnya?
Melansir Sindonews, berikut ulasannya:
1. AS Jadi Pemasok Amunisi untuk Israel
Setelah Hamas meluncurkan "Operasi Badai Al-Aqsa" pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menjadi salah satu pemimpin barat yang mengunjungi Tel Aviv untuk menunjukkan dukungan terhadap Israel.
Sebagai pendukung utama Israel, Amerika Serikat juga mengirimkan dua kapal induk ke wilayah tersebut, menandakan kemungkinan pengerahan 2.000 tentara AS ke Israel sebagai bentuk bantuan.
Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga secara rahasia meningkatkan bantuan militer ke Israel dengan memenuhi permintaan, termasuk penambahan rudal berpemandu laser untuk armada tempur Apache, peluru 155mm, perangkat penglihatan malam, amunisi penghancur bunker, dan kendaraan militer baru, sesuai laporan.
Hal ini terus dilakukan Amerika Serikat di saat seluruh dunia mengecam apa yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Gaza yang sudah menelan puluhan ribu korban jiwa hingga hari ini.
Selain itu, sejak didirikannya negara Israel, Amerika Serikat menjadi pemasok bantuan militer terbesar ke Israel dengan kontribusi sekitar $130 miliar atau setara dengan Rp2 kuadriliun.
Dengan AS bantuan, Israel telah membentuk salah satu militer paling tangguh dan berteknologi maju di Timur Tengah.
Pemerintahan Partai Republik dan Demokrat serta para pemimpin bipartisan di Kongres telah menyetujui bantuan kepada Israel selama beberapa dekade. Sebagai imbalannya, AS telah membangun sekutu militer strategis di Timur Tengah.
Sebagai bagian dari perjanjian yang dicapai di bawah pemerintahan Obama, Israel menerima $3,8 miliar per tahun untuk sistem pertahanan militer dan rudalnya.
Israel adalah penerima terbesar pendanaan militer luar negeri AS, yang mewakili sekitar 15% anggaran pertahanan negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
2. Amerika Serikat Bersikap Standar Ganda
Banyak pihak yang menyoroti adanya standar ganda dalam sikap yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari respons yang berbeda terhadap pembunuhan warga sipil Israel dan kurangnya respons terhadap pembunuhan warga sipil Palestina.
Ketika menangani isu Hak Asasi Manusia (HAM), Palestina merupakan pihak yang paling dirugikan hak-hak dasarnya selama periode ketegangan pasca 7 Oktober 2023. Terdapat perbedaan yang mencolok dalam cara Amerika Serikat menanggapi korban sipil di Israel dan Palestina.
Berbagai lembaga politik, militer, ekonomi, budaya, dan sosial di Amerika Serikat telah sepenuhnya mendukung Israel dan warganya, sementara dukungan serupa tidak diberikan kepada warga Palestina.
Tidak ada upaya evakuasi untuk warga Palestina, tidak ada pengiriman kapal induk untuk memberikan dukungan militer, dan sebagian besar wacana politik dan budaya tidak memberikan penghargaan terhadap kehidupan di Palestina atau menunjukkan rasa duka atas kematian warga Palestina.
3. Menolak Seruan Gencatan Senjata
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadakan debat terbuka pertamanya mengenai perang Israel-Gaza.
Dengan sebagian besar anggotanya menyerukan gencatan senjata segera agar bantuan kemanusiaan dapat menjangkau warga Palestina di bawah pemboman Israel yang tiada henti di Gaza.
Dewan beranggotakan 15 orang, yang lima anggota tetapnya termasuk Amerika Serikat dan Rusia memiliki hak veto, sejauh ini gagal menghasilkan resolusi yang akan mengakhiri kekerasan.
AS, sekutu setia Israel memveto sebuah resolusi yang didukung oleh 12 anggota dewan lainnya, yang menyerukan penghentian pertempuran, karena resolusi tersebut tidak cukup menekankan hak Israel untuk membela diri.
Hampir 90 negara termasuk sekitar 30 menteri luar negeri dan wakil menteri, terlibat dalam debat, di mana banyak di antaranya menyuarakan seruan untuk gencatan senjata dan penghentian serangan terhadap warga sipil Palestina di tengah kehancuran yang meluas di Gaza dan peningkatan jumlah korban tewas.
Namun, Washington menyatakan preferensinya terhadap jeda kemanusiaan, yang dianggapnya kurang formal dan lebih singkat dibandingkan dengan gencatan senjata.
Rancangan tersebut, seperti yang dilaporkan oleh kantor berita AFP, akan membela "hak yang melekat pada semua negara" untuk membela diri sambil menyerukan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Ini akan mendukung "jeda kemanusiaan" yang memungkinkan bantuan masuk, tetapi bukan gencatan senjata sepenuhnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]