WahanaNews.co | Pasca keputusan Beijing untuk melonggarkan protokol virus corona menyusul protes warga. Gelombang Covid-19 kembali menghantam China.
Berikut beberapa fakta yang meliputi perkembangan wabah Covid-19 di China sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia,Sabtu (24/12/2022):
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
1. Antrean Jenazah di Krematorium
Sejumlah media Barat menulis, bagaimana lusinan mobil jenazah mengantre di krematorium Beijing, Rabu (21/12/2022). Ini bahkan terjadi ketika pemerintah Xi Jinping melaporkan tak ada kematian baru akibat Covid-19. Padahal dilaporkan kasus terus meningkat.
Mengutip saksi Reuters, krematorium di distrik Tongzhou Beijing melihat 40 mobil jenazah mengantre masuk. Terlihat sejumlah petugas menggunakan hazmat.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Ada pula sekitar 20 peti mati di dalam menunggu kremasi. Asap mengepul dari lima dari 15 tungku.
Hal sama sebenarnya juga dilaporkan AFP. Media Prancis itu menyebut bagaimana krematorium di seluruh negeri berusaha keras untuk menangani masuknya jenazah saat negara itu.
Sumbernya mengatakan dari timur laut negara itu ke barat daya, pekerja krematorium mengatakan mereka berjuang untuk mengimbangi lonjakan kematian. Wilayah Chongqing salah satunya, di mana seorang pekerja mengatakan bahwa krematorium mereka kehabisan ruang untuk menyimpan jenazah.
"Jumlah jenazah yang diangkat dalam beberapa hari terakhir ini berkali-kali lebih banyak dari sebelumnya," kata seorang staf yang tidak disebutkan namanya.
"Kami sangat sibuk, tidak ada lagi ruang penyimpanan dingin untuk jenazah," tambah mereka namun tak mau meyakinkan ini kasus Covid-19.
Hal sama juga terlihat di Guangzhou. Di distrik Zengcheng dilaporkan bagaimana petugas mengkremasikan lebih dari 30 jenazah.
"Kami memiliki badan yang ditugaskan kepada kami dari distrik lain. Tidak ada pilihan lain," kata karyawan itu.
Di Shenyang situasi juga serupa. Bisnis layanan pemakaman mengatakan jenazah dibiarkan tidak terkubur hingga lima hari karena krematorium "benar-benar penuh sesak".
2. Kematian Bisa Tembus 2 Juta
Zhou Jiatong, kepala Pusat Pengendalian Penyakit di wilayah Guangxi barat daya, mengatakan bulan lalu dalam sebuah makalah bahwa China daratan dapat menghadapi lebih dari 2 juta kematian jika melonggarkan kesulitan Covid seperti yang dilakukan Hong Kong tahun ini.
Apalagi karena Tahun Baru Imlek yang segera datang dan membuat membludaknya mobilitas warga.
"China menghadapi gelombang pertama dari tiga gelombang yang diperkirakan terjadi selama musim dingin," kata salah satu ahli epidemiologi terkemuka negara itu Wu Zunyou.
Gelombang saat ini akan berlangsung hingga pertengahan Januari dan terutama mempengaruhi kota-kota. Lalu meluas karena perjalanan selama liburan Tahun Baru Imlek yang memicu gelombang kedua hingga pertengahan Februari.
Puncak ketiga akan terjadi dari akhir Februari hingga pertengahan Maret. Ini, ujarnya, karena mereka yang terinfeksi selama liburan kembali ke tempat kerja mereka.
Meski begitu, secara resmi, China hanya melaporkan 5.242 kematian akibat Covid sejak pandemi muncul di kota Wuhan pada akhir 2019.
3. Obat Langka
Obat-obatan juga disebut mulai langka di China setelah adanya lonjakan infeksi virus corona pasca kontrol nol-Covid dilonggarkan Beijing secara signifikan. Disebutkan jutaan orang China telah berjuang untuk menemukan obat penghilang rasa sakit dan obat demam untuk meredakan gejala Covid-19.
Hal ini pun berimbas pada wilayah tetangga China, Taiwan, di mana warga pulau itu berbondong-bondong memborong obat demam dengan tujuan menjualnya kembali ke Negeri Tirai Bambu.
Otoritas kesehatan Taiwan mengatakan banyak apotek yang kehabisan obat seperti Panadol. Merek parasetamol itu diproduksi oleh Haleon Plc yang berbasis di Inggris.
"Memang benar ada pembelian merek Panadol [parasetamol] khusus ini di seluruh Taiwan," kata Menteri Kesehatan Hsueh Jui-yuan melansir SCMP, Kamis (22/12/2022).
"Kami terus memantau situasi serta kondisi penawaran dan permintaan pasar farmasi di Taiwan," katanya lagi.
4. Pakai Vaksin Barat
China disebutkan telah menerima kiriman vaksin Pfizer-BioNTech dari Jerman pada pekan ini. Pengiriman vaksin ini merupakan pengiriman vaksin asing ke Negeri Tirai Bambu untuk pertama kalinya.
Mengutip laporan Reuters, vaksin itu awalnya akan diberikan kepada ekspatriat Jerman yang berada di negara itu. Namun, tidak menutup kemungkinan warga negara lainnya dapat memperoleh suntikkan vaksin, yang disediakan sebanyak 20 ribu slot itu.
Dalam sepucuk surat yang akan dikirim ke warga Jerman di China, pemerintah mengatakan akan menawarkan imunisasi dasar dan suntikan penguat vaksin yang disetujui untuk digunakan di Uni Eropa secara gratis bagi siapa pun yang berusia di atas 12 tahun.
Sebelumnya China hanya menggunakan vaksin buatan dalam negerinya seperti Sinovac dan CanSino. Namun vaksin-vaksin itu memiliki tingkat efikasi yang rendah dibandingkan buatan Barat.
5. WHO Warning
Gelombang yang terjadi pasca pelonggaran ini juga telah mendapatkan wanti-wanti dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Lembaga internasional itu mengatakan hal ini justru menimbulkan kekhawatiran karena rendahnya angka kekebalan warga, utamanya pada kelompok lansia yang tak mau divaksin, di mana nantinya hal ini mampu menaikkan jumlah kasus harian.
"Selalu sangat sulit bagi negara mana pun yang keluar dari situasi di mana Anda memiliki kontrol yang sangat, sangat ketat. China menghadapi waktu yang sangat sulit dan sulit," papar juru bicara WHO Margaret Harris pekan lalu. [tum]