WahanaNews.co, New York - Amerika Serikat telah mengusulkan pembentukan negara Palestina sebagai langkah untuk menjamin keamanan jangka panjang bagi Israel dan untuk mendukung rekonstruksi wilayah Gaza setelah agresi.
Selama kunjungannya ke beberapa negara Timur Tengah pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina dapat menjadi faktor stabilisasi di Timur Tengah dan juga dapat membantu mengisolasi Iran.
Baca Juga:
PM Israel Netanyahu Persiapkan Serangan Besar ke Lebanon untuk Habisi Hizbullah
Blinken menggambarkan bahwa kawasan tersebut sekarang menghadapi "dua jalur" yang harus dipilih. Pertama, integrasi Israel dengan jaminan keamanan dan komitmen dari negara-negara di sekitarnya, termasuk Amerika Serikat, dan negara Palestina.
Kedua, menghadapi ancaman terorisme dan destruksi yang dilakukan oleh kelompok seperti Hamas, Houthi, dan Hizbullah, yang semuanya memiliki dukungan dari Iran.
Menurut Blinken, memilih jalur pertama adalah cara terbaik untuk mengisolasi dan membatasi pengaruh Iran dan proksinya yang telah menciptakan berbagai masalah di kawasan tersebut.
Baca Juga:
Perawat di AS Dipecat Gegara Sebut Perang Israel di Gaza sebagai Genosida
Pernyataan ini muncul setelah kunjungan Blinken ke beberapa negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Turki.
Hasil kesepakatan dengan negara-negara tersebut telah disampaikan langsung oleh Blinken kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di mana setiap mitra di kawasan menyatakan kesiapan untuk mendukung solusi jangka panjang guna mengakhiri siklus kekerasan dan menjamin keamanan Israel.
Blinken mengatakan negara-negara sekutu ini bersedia membantu rekonstruksi dan perpindahan pemerintahan Palestina di Gaza.
"Tetapi mereka menggarisbawahi bahwa hal ini hanya dapat dicapai melalui pendekatan regional, yang mencakup jalan menuju pembentukan negara Palestina," kata Blinken, dilansir CNN.
"Jika Israel ingin negara-negara tetangganya di Arab mengambil keputusan sulit yang diperlukan untuk menjamin keamanan abadi, maka para pemimpin Israel harus mengambil keputusan sulit itu sendiri," imbuhnya.
Dalam konteks yang sama, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, juga menyatakan bahwa "tidak ada cara" untuk menangani tantangan keamanan jangka panjang di Israel dan upaya rekonstruksi Gaza tanpa adanya pembentukan negara Palestina.
Miller menjelaskan bahwa Menteri Luar Negeri AS telah berhasil memperoleh komitmen dari negara-negara lain di Timur Tengah untuk ikut serta dalam rekonstruksi Gaza.
Menurutnya, sekutu-sekutu tersebut bersedia berpartisipasi dalam pembentukan pemerintahan Gaza yang dipimpin oleh Palestina, tetapi mereka hanya akan melakukannya jika terdapat langkah konkret menuju pembentukan negara Palestina.
Dia menganggap ini sebagai kesempatan bagi Israel, karena negara-negara di kawasan tersebut siap memberikan jaminan keamanan.
Miller menegaskan bahwa tidak ada cara untuk mengatasi tantangan keamanan jangka panjang atau untuk mengatasi masalah pembangunan Gaza dan pembentukan pemerintahan di sana tanpa adanya negara Palestina.
Pangeran Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS), diketahui telah memberikan isyarat kepada AS bahwa Riyadh bersedia membantu rekonstruksi Gaza setelah agresi.
Pangeran MbS juga disebut telah menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai bagian dari komitmen Saudi dalam membantu rekonstruksi Gaza.
Namun, MbS punya syarat, yakni Palestina harus merdeka.
PM Netanyahu tolak pembentukan negara Palestina
Menanggapi usulan AS dan kesepakatan dengan negara-negara sekutu, PM Benjamin Netanyahu terang-terangan menentang pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari skenario pasca agresi.
Dalam konferensi persnya, Netanyahu menyebut bakal terus melanjutkan serangan sampai Israel mendapatkan "kemenangan yang menentukan atas Hamas".
"Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kendali keamanan atas seluruh wilayah di sebelah barat Sungai Yordan," kata Netanyahu, dikutip dari Al Jazeera.
Saat menyampaikan penolakannya kepada Menlu Blinken, Netanyahu mengatakan bahwa dia tidak siap untuk membuat kesepakatan yang memungkinkan terbentuknya negara Palestina.
Hanya satu permintaan AS yang disetujui Netanyahu, yakni agar Israel tidak melancarkan serangan besar-besaran terhadap Hizbullah di Lebanon.
Blinken pun menjawab dengan mengatakan bahwa tidak ada solusi militer yang bisa dilakukan terhadap Hamas.
Blinken juga menyebut pemimpin Israel perlu mengakui hal ini atau sejarah akan terulang kembali dan kekerasan akan terus berlanjut.
Upaya AS untuk menggoyahkan Netanyahu tak berhenti sampai di situ.
Dilaporkan oleh NBC News, sebagai upaya untuk mengatasi Netanyahu, Blinken telah melakukan pertemuan secara individu dengan anggota Kabinet Perang dan pejabat Israel lainnya, termasuk dengan pemimpin oposisi dan mantan Perdana Menteri Yair Lapid.
Presiden AS Joe Biden secara berulang kali menekankan komitmennya terhadap solusi dua negara untuk konflik Palestina. Namun, pemerintahan Netanyahu membuat pencapaian solusi tersebut semakin sulit.
Sejak serangan Hamas yang direspons oleh agresi Israel selama lebih dari tiga bulan, Netanyahu dengan tegas menolak ide pembentukan negara Palestina di masa depan.
Bahkan, dalam pernyataannya bulan lalu, ia menyatakan, "Saya bangga telah mencegah pembentukan negara Palestina."
Hingga saat ini, jumlah korban tewas akibat kebrutalan pasukan Zionis di Gaza mencapai lebih dari 24 ribu orang dalam tiga bulan terakhir, dengan perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang paling banyak menjadi korban akibat tindakan yang disebut sebagai genosida oleh Israel.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]