Menjelang pemilihan, terjadi penindasan sistematis terhadap oposisi berupa penangkapan, pencabutan hak politik, hingga pelanggaran HAM yang meluas dan memicu kemarahan publik.
Ketegangan memuncak setelah Dewan Pemilihan Nasional yang dikendalikan loyalis Maduro menyatakan sang petahana menang meskipun muncul bukti kuat yang menunjukkan indikasi sebaliknya.
Baca Juga:
Trump Gegerkan Dunia dengan Ambisi Rebut Pangkalan Bagram Afghanistan
Putusan itu memantik gelombang protes di seluruh Venezuela yang dibalas dengan kekerasan oleh aparat hingga menewaskan lebih dari 20 orang dan menyebabkan keretakan diplomatik dengan sejumlah negara termasuk Argentina.
Pada September 2024, Parlemen Eropa bahkan mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menyatakan bahwa Gonzalez, bukan Maduro, adalah pemenang sah pemilihan presiden Venezuela.
"Kami berada dalam situasi penganiayaan maksimal, hampir semua tokoh yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu kini bersembunyi, diasingkan, mencari suaka, atau ditahan," kata Machado dalam wawancara eksklusif yang disiarkan Euronews.
Baca Juga:
Usai Serangan Israel di Doha Trump Temui PM Qatar, Bahas Ini
Machado sendiri telah menghilang dari publik sejak Januari dan disebut-sebut bersembunyi dari kejaran aparat, sementara Edmundo Gonzalez kini tinggal di Spanyol dan telah menerima status suaka setelah pengadilan Venezuela mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.
Sebelum pengumuman resmi Nobel Perdamaian, sejumlah spekulasi sempat menyebut bahwa Trump memiliki peluang besar mendapat penghargaan itu karena keterlibatannya dalam penyusunan rencana gencatan senjata di Gaza yang disepakati awal pekan ini.
Namun para pengamat mengingatkan bahwa Komite Nobel tidak hanya mempertimbangkan negosiasi formal, tetapi juga ketahanan perdamaian, dampak jangka panjang, dan upaya membangun persaudaraan antarbangsa yang dilakukan konsisten tanpa hiruk-pikuk publikasi.