WahanaNews.co | Dua kapal patroli Armada Kelima Angkatan Laut Amerika Serikat menyita kargo yang diduga memuat senjata terlarang dari kapal nelayan di Laut Utara Arab pada Senin (20/12/2021).
Penangkapan ini dilakukan ketika pasukan AS melakukan verifikasi bendera di laut tersebut. Sementara itu, kapal ikan tadi mengangkut sekitar 1.400 senapan serbu AK-47 dan 226.600 butir amunisi.
Baca Juga:
Bulog Jambi Pastikan Stok Beras Cukup Untuk Empat Bulan ke Depan
"Kapal tanpa kewarganegaraan dinilai berasal dari Iran dan melakukan transit di laut internasional, yang sepanjang rutenya secara historis digunakan untuk memperdagangkan senjata secara tidak sah ke Houthi di Yaman," tutur militer AS tadi dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters.
Pengiriman, penjualan, atau penyerahan senjata ke gerakan Houthi, secara langsung maupun tidak langsung, melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sanksi AS.
Sementara itu, lima kru kapal ikan mengidentifikasikan diri mereka sebagai warga Yaman, akan dikembalikan ke Yaman.
Baca Juga:
Sembilan Prodi FEB Unja Raih Serifikat ISO
Militer AS tadi juga menambahkan pasukan mereka sudah menenggelamkan kapal setelah memindahkan kru dan menyita kargo senjata.
Ini bukanlah pertama kali percobaan penyelundupan senjata terjadi di Laut Utara Arab. Sebelumnya, kapal penjelajah rudal berpemandu USS Monterey (CG 61) sempat menyita berbagai senjata canggih di wilayah itu pada Mei lalu.
Beberapa senjata yang disita yakni lusinan peluru kendali anti-tank canggih buatan Rusia, ribuan senapan serbu Tipe 56 buatan China, dan ratusan senapan mesin PKM, senapan sniper, dan peluncur granat berpeluncur roket.
Sementara itu, koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi telah lama berperang melawan gerakan Houthi, yang mana adalah sekutu Iran.
Arab Saudi dan Iran merupakan dua negara seteru. Namun, keduanya sempat melakukan komunikasi langsung tahun ini kala dunia berusaha memulihkan pakta nuklir dengan Iran.
Upaya PBB untuk menyelesaikan perang Yaman juga masih mengalami kebuntuan.
Perang Yaman sendiri dimulai pada 2014, ketika gerakan Houthi yang mana sekutu Iran (penganut syiah) melawan pemerintah Sunni Yaman. Gerakan ini berhasil menguasai ibu kota Yaman, Sana'a.
Menyusul negosiasi yang gagal, pemberontak merebut istana presiden pada Januari 2015. Perebutan ini membuat Presiden Yaman kala itu, Abd Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya mundur.
Dari Maret 2015, koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin Arab Saudi meluncurkan kampanye isolasi ekonomi dan serangan udara terhadap pemberontak Houthi.
Koalisi ini mendapatkan dukungan logistik dan intelijen dari AS, dikutip dari CFR. [rin]