WahanaNews.co | Amerika
Serikat (AS) menggempur ISIS-K di Afghanistan Timur, dengan serangan pesawat
tak berawak. Serangan ini dilakukan sehari setelah peristiwa bom bunuh diri di
bandara Kabul, yang menewaskan 13 tentara AS dan sejumlah warga sipil
Afghanistan.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Komando Pusat AS, CENTCOM, mengatakan serangan itu terjadi
di provinsi Nangarhar, timur Kabul dan berbatasan dengan Pakistan. Tidak
disebutkan apakah target itu terkait dengan serangan di bandara Kabul.
"Indikasi awal adalah bahwa kami membunuh target. Kami
tidak mengetahui ada korban sipil," bunyi pernyataan militer AS seperti
dikutip dari Reuters, Sabtu (28/8/2021).
Negara Islam Khorasan (ISIS-K) , afiliasi militan yang
sebelumnya memerangi pasukan AS di Suriah dan Irak, mengatakan telah melakukan
serangan bom bunuh diri pada Kamis. Serangan itu menewaskan puluhan orang,
termasuk warga Afghanistan yang berusaha meninggalkan negara itu.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Selain 13 tentara yang tewas, 18 anggota militer AS yang
terluka diterbangkan ke Jerman.
Ada sekitar 5.000 tentara AS di bandara Kabul, membantu
mengevakuasi warga Amerika, warga Afghanistan yang berisiko, dan warga negara
lain sebelum batas waktu yang ditetapkan Biden jatuh pada Selasa mendatang.
Serangan pada Kamis kemarin menandai korban militer AS
pertama di Afghanistan sejak Februari 2020 dan merupakan insiden paling
mematikan bagi pasukan Amerika di sana dalam satu dekade.
Presiden Joe Biden bersumpah bahwa Amerika Serikat akan
memburu mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu, dengan mengatakan dia
telah memerintahkan Pentagon untuk membuat rencana untuk menyerang para pelaku.
"Kami tidak akan memaafkan, kami tidak akan melupakan.
Kami akan memburu Anda dan membuat Anda membayar," kata Biden dalam
pidatonya di Gedung Putih.
Dia tampak menahan air mata dan suaranya pecah karena emosi
saat dia berbicara tentang "pahlawan" Amerika yang meninggal. Dia
memerintahkan bendera di Gedung Putih dan gedung-gedung publik di seluruh
negeri diturunkan menjadi setengah tiang.
Biden membela penanganannya atas krisis kebijakan luar
negerinya yang paling serius, dengan mengatakan pada akhirnya itu adalah
tanggung jawabnya, sambil menyalahkan pendahulunya, Donald Trump dari Partai
Republik, atas perjanjian 2020 yang dinegosiasikan Trump dengan Taliban. [rin]