WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penunjukan Paus baru selalu menjadi momen penting bagi umat Katolik sedunia, namun kali ini, gaungnya terasa lebih kuat di wilayah konflik seperti Jalur Gaza.
Di tengah penderitaan yang belum usai akibat agresi Israel, umat Kristiani dan rakyat Palestina kini menanti langkah dan suara dari Paus Leo XIV, pemimpin baru Gereja Katolik Roma, untuk meneruskan semangat solidaritas yang diwariskan pendahulunya.
Baca Juga:
Israel Siap-siap Hapus Gaza dari Peta: Tak Akan Ada Lagi Hamas dalam Enam Bulan!
Paus Leo XIV, yang bernama asli Robert Francis Prevost, resmi diangkat sebagai penerus Paus Fransiskus setelah hasil konklaf diumumkan pada Kamis (8/5/2025) sore waktu Vatikan.
Ia menjadi Paus ke-267 Gereja Katolik Roma, terpilih usai tiga putaran pemilihan sejak Rabu (7/5/2025).
Sosok asal Chicago berdarah Peru ini mencetak sejarah sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Serikat. Sebelum menduduki posisi tertinggi di Vatikan, Leo XIV merupakan seorang kardinal yang ditunjuk langsung oleh Paus Fransiskus.
Baca Juga:
Blokade Israel Berlanjut, Gaza Hadapi Kekurangan Makanan dan Air Bersih
Fakta ini memunculkan banyak harapan bahwa ia akan meneruskan visi reformis dan progresif dari Paus sebelumnya.
Salah satu isu utama yang kini mencuri perhatian adalah bagaimana Paus Leo XIV akan bersikap terhadap konflik Israel-Palestina, khususnya serangan brutal Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023.
Publik bertanya-tanya, apakah Leo XIV akan bersuara lantang seperti pendahulunya atau memilih jalur diplomasi sunyi?
Dikenal sebagai pembela gigih hak-hak Palestina, Paus Fransiskus semasa hidupnya menjalin komunikasi rutin dengan komunitas Katolik di Gaza yang kerap menjadi korban kekerasan.
Ia bahkan secara teratur menelepon Pastor di Gereja Keluarga Kudus, satu-satunya gereja Katolik di Gaza, untuk menyampaikan doa dan dukungan.
Dalam khotbah terakhirnya sebelum wafat pada 21 April lalu, Paus Fransiskus kembali menyerukan penghentian agresi Israel ke Gaza dan menyampaikan dukungan kuat untuk bangsa Palestina.
Warisan simpatinya tak berhenti di situ, kendaraan kepausannya, “popemobile,” disumbangkan sebagai klinik keliling untuk anak-anak di Gaza.
Berbeda dengan Paus Fransiskus yang lantang menyuarakan keprihatinan, hingga saat ini Paus Leo XIV belum banyak mengeluarkan pernyataan publik terkait Gaza.
Hal ini memicu tanda tanya: apakah ia akan mengikuti jejak spiritual pendahulunya dalam membela Gaza, atau mengambil pendekatan yang berbeda?
Namun, Leo XIV bukan tanpa rekam jejak keberpihakan. Ia pernah mengecam kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump yang keras dan secara terbuka menolak praktik deportasi massal.
Ini menunjukkan bahwa Paus Leo XIV tidak segan menyuarakan kritik terhadap ketidakadilan, termasuk yang berasal dari negaranya sendiri.
Kabar terpilihnya Paus baru juga mengundang harapan besar dari Palestina. Komunitas kecil umat Kristiani di Gaza menyambut gembira, berharap Leo XIV akan menjadi suara baru bagi penderitaan rakyat Gaza.
“Kami senang atas terpilihnya Paus. Kami berharap hatinya akan tetap bersama Gaza seperti Paus Fransiskus,” kata George Antone (44), kepala komite darurat di Gereja Keluarga Kudus Gaza, kepada Reuters. Ia menambahkan, “Kami memohon agar Paus yang baru memandang Gaza dengan mata Paus Fransiskus, dan merasakannya dengan hati Paus Fransiskus.”
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun menyampaikan ucapan selamat. Ia berharap Paus asal AS ini akan melanjutkan perjuangan Fransiskus dalam membela Palestina.
Bahkan kelompok Hamas pun mengirimkan ucapan selamat, seraya berharap agar Paus Leo XIV tetap menolak segala bentuk penindasan dan genosida di Gaza.
Gereja Keluarga Kudus di Gaza kini menjadi tempat perlindungan bagi sekitar 450 umat Kristiani, termasuk lansia, anak-anak, dan juga sekitar 30 warga Muslim.
Dari total 2,3 juta penduduk Gaza, hanya sekitar 1.000 orang yang menganut Kristen, mayoritas Ortodoks Yunani.
Kini, tatapan dunia, khususnya dari Gaza, tertuju pada Paus Leo XIV. Akankah suara keadilan dari Vatikan tetap bergema, atau justru meredup di bawah bayang-bayang kepemimpinan baru?
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]