"Bahkan ketika pasien MSF membutuhkan perawatan darurat, beberapa enggan pergi setelah mendengar cerita diskriminasi dan penganiayaan yang dialami Rohingya di fasilitas," paparnya.
Maung Soe Naing mengatakan, Rohingya "selalu berpikir untuk meninggalkan negara ini".
Baca Juga:
Polres Subulussalam Berhasil Amankan Tiga Orang Terduga Pelaku TPPO Rohingya
"Tetapi pada saat yang sama, kami tidak bisa pergi begitu saja karena mereka (militer Myanmar) menahan kami dan menghentikan kami bepergian," ujarnya.
Iklim keamanan Myanmar memburuk pada Februari tahun lalu ketika militer melancarkan kudeta, menggulingkan pemerintah sipil pimpinan Aung San Suu Kyi, dan kemudian melancarkan tindakan keras berdarah terhadap pihak-pihak yang berbeda pendapat.
Sejak kudeta, pasukan keamanan telah menangkap sekitar 2.000 Rohingya termasuk ratusan anak-anak karena "perjalanan tidak sah", menurut Human Rights Watch.
Baca Juga:
Kemenag Kabupaten Aceh Barat Telusuri Pasangan Rohingya Nikah di Lokasi Penampungan
Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim sering menjadi tujuan pilihan bagi mereka yang mencoba meninggalkan Myanmar.
Banyak yang mengambil kesempatan dengan bekerja sama bersama para pedagang dalam perjalanan berbahaya melalui darat atau menggunakan perahu berbulan-bulan di laut.
Pada Mei 2022, jasad 14 orang terdampar di pantai di barat daya Myanmar, yang diprediksi oleh badan pengungsi PBB, UNHCR, sebagai orang-orang Rohingya.