WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pendiri Microsoft dan filantropis Bill Gates menyoroti emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Bumi dalam presentasinya. Ia juga secara khusus menyebut peran Indonesia dalam isu ini.
Menurut Gates, aktivitas manusia menyebabkan emisi gas rumah kaca mencapai 51 miliar ton per tahun, dengan 7% di antaranya berasal dari produksi lemak dan minyak hewani serta nabati.
Baca Juga:
3 Pekerjaan Paling Kebal AI, Diungkap Pendiri Microsoft
Ia menegaskan bahwa masyarakat global, termasuk Indonesia, harus berupaya menekan angka tersebut guna mengatasi perubahan iklim.
"Untuk memerangi perubahan iklim, kita harus menurunkan emisi ini hingga nol," ujar Gates.
Meski begitu, ia tidak menyarankan untuk sepenuhnya menghilangkan konsumsi lemak hewan, karena dianggap tidak realistis. Lemak hewan tetap memiliki nilai nutrisi yang penting bagi manusia.
Baca Juga:
Disebut Pahlawan Anti Demam Berdarah, Inilah Nyamuk Wolbachia
Sebagai solusi, Gates mendanai startup bernama Savor yang mengembangkan metode produksi lemak tanpa menimbulkan emisi atau membahayakan hewan.
Savor menciptakan lemak melalui proses pemanfaatan karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari air.
Senyawa ini kemudian diolah melalui pemanasan dan oksidasi hingga menghasilkan asam lemak yang menyerupai lemak alami dari susu, keju, daging sapi, maupun minyak nabati.
Selain membahas lemak hewan, Gates juga menyoroti dampak lingkungan dari minyak sawit, yang banyak digunakan dalam makanan, kosmetik, hingga produk kebersihan.
Ia menjelaskan bahwa produksi minyak sawit, terutama di Indonesia dan Malaysia, telah menyebabkan deforestasi besar-besaran.
"Pada 2018, kerusakan hutan di Indonesia dan Malaysia saja sudah cukup untuk menyumbang 1,4% dari total emisi global—angka yang lebih besar dari seluruh emisi negara bagian California dan hampir setara dengan industri penerbangan dunia," papar Gates.
Ia mengakui bahwa minyak sawit sulit digantikan karena harganya murah, tidak berbau, dan mudah didapat.
Namun, sejumlah perusahaan telah berupaya menciptakan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya adalah C16 Bioscience, yang sejak 2017 mengembangkan minyak sawit sintetis berbasis fermentasi mikroba ragi liar.
"Minyak ini sepenuhnya alami, tetapi tumbuh dari jamur di laboratorium, bukan dari pohon di hutan," jelasnya.
Gates menekankan bahwa solusi berbasis teknologi seperti ini dapat membantu mengurangi ketergantungan pada deforestasi dan menekan emisi global.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]