Theaker dan Stroup memperkirakan sekitar 1.300 masjid di Ningxia atau sepertiga dari jumlah total yang terdaftar, telah ditutup sejak tahun 2020. Perkiraan tersebut belum termasuk masjid yang telah ditutup atau dibongkar karena status tidak resminya, yang sebagian besar terjadi sebelum 2020.
HRW tidak dapat menentukan jumlah pasti masjid yang telah ditutup atau diubah dalam beberapa tahun terakhir, namun laporan pemerintah menunjukkan kemungkinan jumlahnya mencapai ratusan.
Baca Juga:
WN China Buronan Kasus Pencucian Uang Judi Online Ditangkap Polri di Batam
Di Zhongwei, sebuah kota dengan lebih dari 1 juta penduduk, pihak berwenang mengatakan pada tahun 2019 bahwa mereka telah mengubah 214 masjid, mengkonsolidasikan 58 masjid, dan melarang 37 "situs keagamaan yang terdaftar secara ilegal".
Sementara di kota Jingui, pihak berwenang mengatakan mereka telah "memperbaiki" lebih dari 130 situs "dengan fitur arsitektur Islam".
Kebijakan konsolidasi masjid tidak hanya terbatas pada Ningxia dan Gansu. Institut Kebijakan Strategis Australia memperkirakan 65% dari 16.000 masjid di Xinjiang telah hancur atau rusak sejak tahun 2017.
Baca Juga:
Daftar 10 Bank Terbesar Dunia 2024, Ada Dominasi Asia dan China di Puncak
Partai Komunis China (PKC) telah lama menjaga kendali yang ketat terhadap agama dan kelompok etnis minoritas di Tiongkok.
Sejak tahun 2016, ketika Presiden China Xi Jinping menyuarakan kebijakan sinisasi terhadap agama-agama, perubahan pada masjid telah berlangsung dengan kecepatan dan intensitas yang meningkat.
Pada bulan April 2018, pemerintah Beijing mengeluarkan petunjuk yang menyatakan bahwa pejabat pemerintah diharuskan "mengawasi dengan ketat pembangunan dan penataan tempat kegiatan Islam" serta "mematuhi prinsip untuk menghancurkan lebih banyak dan mengurangi jumlah bangunan".