WahanaNews.co | Mantan presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton mengatakan NATO tetap membuka pintu bagi Rusia untuk bergabung sebagai anggota aliansi. Pernyataan tersebut mengejutkan karena Rusia merupakan penerus Uni Soviet, yang merupakan musuh NATO selama Perang Dingin.
Clinton mengaku pernah membuat janji kepada mendiang presiden Boris Yeltsin, yang memerintah Rusia antara 1991-1999, dan kemudian kepada penggantinya, Presiden Vladimir Putin yang berkuasa saat ini. Pada akhir Februari, Putin mengingat percakapannya dengan Clinton tentang NATO pada tahun 2000, tetapi versinya melukiskan gambaran yang berbeda.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Menurut pemimpin Rusia itu, dia bertanya kepada Clinton bagaimana tanggapan AS jika Rusia bergabung dengan blok militer pimpinan AS dan menggambarkan reaksi Clinton "agak terkendali".
Dalam sebuah wawancara dengan penyiar BBC pada tahun 2000, Putin menolak untuk mengesampingkan kemungkinan keanggotaan Rusia di aliansi NATO, tetapi jika sebagai mitra yang setara.
“Kami membiarkan pintu terbuka untuk keanggotaan Rusia di NATO, sesuatu yang saya jelaskan kepada Yeltsin dan kemudian dikonfirmasikan kepada penggantinya, Vladimir Putin,” tulis Clinton di The Atlantic, dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada hari Kamis dan dikutip Russia Today, Sabtu (9/4/2022).
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Dalam opininya, Clinton membela ekspansi blok itu ke arah timur setelah runtuhnya Uni Soviet.
“Jika Rusia memilih untuk kembali ke imperialisme ultranasionalis, NATO yang diperbesar dan Uni Eropa yang berkembang akan meningkatkan keamanan benua,” tulis Clinton.
Rusia, sementara itu, telah berulang kali menyatakan bahwa mereka memandang ekspansi blok tersebut sebagai ancaman. NATO terus mempertahankan kebijakan "pintu terbuka" dan mempertahankan bahwa itu adalah aliansi murni defensif.
Moskow berpendapat bahwa tindakan blok tersebut di Yugoslavia dan Libya bertentangan dengan pernyataan aliansi.
Kremlin mengutip aspirasi Kiev untuk bergabung dengan NATO sebagai salah satu alasan untuk meluncurkan serangan militer yang sedang berlangsung di Ukraina. Rusia menuntut agar tetangganya menyatakan dirinya sebagai negara netral.
Rusia menyerang Ukraina pada akhir Februari, menyusul kegagalan Kiev untuk menerapkan ketentuan Perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Rusia pada dua republik Donbass, Donetsk dan Luhansk, sebagai negara merdeka.
Perjanjian Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah Donbass di dalam negara Ukraina. Kiev mengatakan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik Donbass dengan paksa.[gab]