WahanaNews.co | Turki tidak akan membatalkan pembelian sistem pertahanan anti-rudal S-400 buatan Rusia.
ass="MsoNormal">Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, Kamis (17/12/2020), mengatakan akan melakukan pembalasan setelah mengevaluasi sanksi
Amerika Serikat (AS) terkait transaksi tersebut.
Baca Juga:
Belanda Bangkit, Menang 2-1 atas Turki di Euro 2024 Berlin
AS, pada
Senin (14/12/2020),
menjatuhkan sanksi terhadap Direktorat Industri Pertahanan Turki (SSB),
Direktur SSB Ismail Demir, dan tiga pegawai SSB, terkait pembelian S-400.
Turki menyebut sanksi itu sebagai
"kesalahan besar".
Presiden Turki, Reccep
Tayyip Erdogan, pada Rabu (16/12/2020), mengatakan, sanksi
itu merupakan "serangan" terhadap industri pertahanan Turki.
Baca Juga:
Timnas Turki Menang Melawan Georgia di Euro 2024 Skor 3-1
Menurut Erdogan, sanksi itu
ditakdirkan untuk gagal menghambat kemajuan Turki.
Cavusoglu, saat diwawancarai oleh Kanal 24, mengatakan, Turki tidak akan tunduk terhadap sanksi CAATSA, karena pembelian alat pertahanan itu dilakukan sesuai dengan
aturan undang-undang.
Menlu Turki menambahkan, kebijakan AS merupakan serangan terhadap kedaulatan Turki, dan tidak akan berpengaruh terhadap Ankara.
CAATSA (Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Serikat melalui Sanksi) merupakan produk hukum yang ditetapkan oleh Kongres AS, dan berlaku sejak 2017.
CAATSA juga diberlakukan demi mencegah
negara-negara membeli alat pertahanan dan senjata dari Rusia dan
lawan-lawan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lainnya.
"(Sanksi) ini tidak sejalan
dengan hukum internasional, aturan diplomasi, dan keputusan itu keliru secara
politis dan hukum," kata Cavusoglu.
Ia menambahkan, AS seharusnya menyelesaikan masalah itu dengan aturan dan norma
umum yang berlaku, mengingat AS menjalin kerjasama dengan Turki, dan keduanya terhubung dalam NATO.
"Jika ada kemunduran, maka itu
akan terjadi sekarang," kata Cavusoglu, merujuk pada keputusan pembelian S-400.
"Tidak penting sanksi itu berat
atau ringan, pemberian sanksi itu sendiri sudah salah," kata dia.
Turki mengatakan, pembelian S-400 bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan, karena negaranya tidak dapat memproduksi alat sistem
pertahanannya sendiri.
Menurut Turki, negara-negara anggota
NATO juga tidak dapat memproduksi alat pertahanan yang dikehendaki Ankara.
AS mengatakan, S-400
mengancam jet tempur F-35 miliknya dan sistem pertahanan NATO secara
keseluruhan.
Turki menepis anggapan itu, dan mengatakan, S-400 tidak akan disatukan dalam
sistem pertahanan NATO.
Sanksi itu dijatuhkan di tengah
renggangnya hubungan Ankara dan Washington, juga saat masa pergantian
kepemimpinan dari Presiden Donald Trump ke Presiden Terpilih, Joe Biden.
Saat ditanya, apakah
hubungan dua negara akan membaik di bawah kepemimpinan Biden, Cavusoglu mengatakan, jawabannya tergantung pada kebijakan AS terkait Suriah dan
ekstradisi Fethullah Gulen, ulama terkenal di Turki yang dituduh sebagai dalang
percobaan kudeta pada 2016.
"Jika AS berpikir secara
strategis, mereka sangat membutuhkan Turki. Mereka mengatakan ini, tetapi
mereka harus melakukan apa yang dibutuhkan karena alasan ini," kata Menlu
Turki, Cavusoglu. [qnt]