WahanaNews.co | Hubungan AS dan China hingga detik ini masih panas. Mereka kerap berseberangan terkait banyak hal.
Hubungan Indonesia dengan China juga menyangkut perbatasan masih ada permasalahan.
Baca Juga:
RI-AS Optimis untuk Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dalam Pemerintahan Baru
Beijing mengklaim jika sebagian wilayah Laut Natuna Utara masuk ke dalam teritorial Nine Dash Line China.
Untuk menguatkan klaimnya, China sempat mengirim surat ke Indonesia menyangkut eksplorasi migas di Laut Natuna Utara.
Reuters melaporkan jika China sempat mengirim surat ke Indonesia untuk meminta Jakarta agar menghentikan eksplorasi minyak di Laut natuna Utara.
Baca Juga:
Donald Trump Tunjuk Elon Musk Pimpin Departemen Efisiensi Pemerintah di Kabinetnya
Lantaran lokasi yang dijadikan tempat eksplorasi minyak oleh Indonesia diklaim masuk Nine Dash Line China.
Meski demikian, hingga saat ini hubungan Indonesia dan China bisa dibilang cukup dekat.
Terlebih karena Indonesia ‘banjir' investasi yang digelontorkan pemerintah China.
Kehadiran investasi yang diberikan China ke Indonesia, tentunya tak ditampik juga meningkatkan pembangunan nasional.
Direktur American Studies Center di Universitas Indonesia, Suzie Sudarman turut memberikan keterangannya soal hubungan Indonesia dan China.
Dikutip dari SCMP, dia mengatakan jika perdagangan Indonesia dan China sangat besar.
Dimana nilai perdagangan Indonesia dan China bisa mencapai 71,4 miliar dolar AS per tahunnya.
Sehingga tak mengherankan jika hubungan Indonesia dan China (terlepas dari Natuna Utara) sangat baik.
"AS sekarang sedang membaca daun teh, mereka berusaha keras untuk mendorong Indonesia ke ranah pengaruh mereka, tetapi Indonesia juga masih membutuhkan modal dan uang dari China," terang Suzie.
Namun Suzie juga tak menampik jika Indonesia turut khawatir akan adanya agresi militer China.
Karenanya Indonesia menanggapi dengan serius terkait ‘ancaman’ yang ada di Laut Natuna Utara.
"Di sisi lain, Indonesia khawatir dengan aktivitas China di Natuna, jadi saya berharap Panglima meminta Blinken (Menlu AS) untuk mengadakan latihan bersama di Natuna jika Indonesia merasa terancam," imbuhnya.
Sebagai negara adidaya dan menentang klaim sepihak China, AS tentunya mendukung Indonesia.
"Amerika Serikat dan Indonesia memiliki visi yang sama tentang kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, termasuk komitmen terhadap kebebasan navigasi dan penerbangan," lapor state.gov.
Bagi AS, Indonesia adalah jangkar ASEAN yang menegakkan tatanan keseimbangan politik di kawasan ini.
"Indonesia adalah pemimpin di ASEAN dan jangkar tatanan berbasis aturan di Indo-Pasifik. Amerika Serikat tetap terlibat secara mendalam di Indo-Pasifik,
dan kami serta mitra kami percaya bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik adalah dengan memperkuat nilai-nilai bersama kami," tambahnya.
Namun tak bisa dipungkiri, dalam beberapa hal AS masih kurang ‘menganggap’ Indonesia sebagai mitranya yang penting.
AS terlihat justru lebih ingin mendekatkan diri dengan pemerintah Vietnam dan Singapura.
Hal ini terungkap melalui laporan New York Times yang dirilis pada 13 Desember 2021 silam.
"Di antara masalah domestik dan daftar panjang tantangan kebijakan luar negeri yang harus ditangani, Indonesia tampaknya kembali keluar dari agenda,
bahkan ketika pemerintahan Biden mulai meningkatkan upayanya di kawasan Asia Tenggara.” jelas New York Times, 13 Desember 2021.
“Panduan strategi keamanan nasional sementara presiden yang dirilis pada bulan Maret mencantumkan Singapura dan Vietnam sebagai mitra utama Asia Tenggara yang mendukung AS melawan China, tetapi Indonesia tidak disebutkan," imbuhnya.
Kemudian dalam kunjungan yang dilakukan Oleh Wapres AS, Kamala Harris belum lama ini juga tak mampir ke Indonesia.
Hal ini jelas memperlihatkan jika AS lebih memilih untuk dekat dengan Vietnam dan Singapura ketimbang Indonesia. [qnt]