WahanaNews.co | Serangan
siber baru-baru ini diduga dilancarkan ke Departemen luar Neger Amerika Serikat (Deplu
AS). AS pun bergerak cepan dan langsung memberi ultimatum kepada si penyerang
melalui Komando Siber Departemen Pertahanan, Sabtu (21/8/2021) seperti dilansir dari Bloomberg.
Baca Juga:
Dipenjara di Iran, Warga AS Mogok Makan Memohon Biden Prioritaskan Kasusnya
Belum jelas kapan pelanggaran itu ditemukan, namun diyakini
telah terjadi beberapa pekan lalu, menurut cuitan wartawan itu.
Ia menambahkan, misi Departemen Luar Negeri yang sedang
berlangsung untuk mengevakuasi warga Amerika dan pengungsi sekutu dari
Afghanistan "tidak terdampak".
Tanpa mengonfirmasi insiden apa pun, salah satu sumber
mengatakan kepada Reuters bahwa Departemen Luar Negeri tidak mengalami gangguan
yang signifikan dan operasi mereka tidak terhambat dengan cara apa pun.
Baca Juga:
Joe Biden Janjikan Rp 300 Triliun, ESDM Siapkan ini
"Departemen serius bertanggung jawab untuk mengamankan informasi
dan terus melakukan sejumlah langkah untuk memastikan informasi terlindungi,"
jelas Juru Bicara Deplu AS
Deplu AS pun mengatakan pihaknya tidak bisa memastikan
apapun soal klaim dari wartawan tersebut.
"Demi alasan keamanan, kami tidak pada posisi untuk membahas
karakteristik atau ruang lingkup dari dugaan insiden keamanan siber apa pun
saat ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS melalui pernyataan
resminya.
Berpotensi Memicu
Perang Dunia
Sementara itu, Presiden Joe Biden memperingatkan, serangan
siber (dunia maya) yang signifikan di Amerika Serikat dapat menyebabkan perang
di dunia nyata dengan kekuatan besar dalam pidatonya pada akhir Juli lalu.
Komentar Biden itu menyoroti apa yang dilihat Washington
sebagai ancaman yang meningkat yang ditimbulkan oleh Rusia dan Tiongkok.
Keamanan siber telah menjadi agenda utama pemerintahan Biden
setelah serangkaian serangan tingkat tinggi terhadap entitas seperti perusahaan
manajemen jaringan SolarWinds, perusahaan Colonial Pipeline, perusahaan
pemrosesan daging JBS, dan perusahaan perangkat lunak Kaseya.
Serangan siber itu merugikan AS jauh lebih dari sekadar
perusahaan diretas. Beberapa serangan mempengaruhi pasokan bahan bakar dan
makanan di beberapa bagian Amerika Serikat.
"Saya pikir kemungkinan besar kita akan berakhir, jika
kita berakhir dalam perang nyata dengan kekuatan besar, itu akan menjadi
konsekuensi dari pelanggaran dunia maya dengan konsekuensi besar," kata
Biden dalam pidatonya saat mengunjungi Kantor Direktur Intelijen Nasional.
Selama pertemuan puncak 16 Juni di Jenewa antara Biden dan
Presiden Rusia Vladimir Putin, Biden membagikan daftar infrastruktur penting
yang dianggap AS terlarang bagi aktor negara-bangsa.
Sejak itu, anggota senior tim keamanan nasional pemerintahan
Biden telah melakukan kontak terus-menerus dengan anggota senior Kremlin
mengenai serangan dunia maya di Amerika Serikat, kata Gedung Putih.
Biden juga menyoroti ancaman yang ditimbulkan oleh Tiongkok,
merujuk pada Presiden Xi Jinping "yang sangat serius untuk menjadikan
Tiongkok kekuatan militer paling kuat di dunia, serta ekonomi terbesar dan
paling menonjol di dunia pada pertengahan 2040-an."
Selama pidatonya, Biden juga berterima kasih kepada anggota
badan intelijen AS, menekankan kepercayaannya pada pekerjaan yang mereka
lakukan dan mengatakan dia tidak akan memberikan tekanan politik pada mereka.
Komentar Biden memberikan perbedaan secara jelas dari
pernyataan yang dibuat oleh pendahulunya Donald Trump, yang memiliki hubungan
kontroversial dengan badan-badan intelijen. [rin]