WahanaNews.co | Situs Global Fire Power (GFP) merilis indeks kekuatan militer
negara-negara di dunia pada 2021.
Hasilnya,
Indonesia menempati peringkat 16 dari 140 negara, di atas peringkat
negara-negara seperti Spanyol, Australia, dan Israel, yang masing-masing bertengger di
posisi 18, 19, dan 20.
Baca Juga:
Sejarah Panser Ferret Legendaris di Tubuh Militer Indonesia
Adapun
peringkat pertama ditempati oleh Amerika Serikat (AS).
Selanjutnya
disusul oleh Rusia di peringkat kedua dan China di peringkat ketiga.
Kemudian
di posisi keempat dan kelima masing-masing ditempati oleh India dan Jepang.
Baca Juga:
Mengenal Airbus A400M, Pesawat Angkut Militer yang Bakal Dimiliki Indonesia
Merujuk
situs GFP, Indonesia bahkan menjadi negara yang terkuat secara militer di
kawasan ASEAN, jauh berada di atas Singapura (peringkat 40), yang
notabenenya merupakan negara paling maju di kawasan Asia Tenggara.
Keunggulan Utama Indonesia
Unggulnya
kekuatan militer Indonesia dibandingkan Spanyol, Australia, dan Israel tentu
karena ditopang oleh jumlah personel tentara yang besar, yakni 1.080.000.
Jika
dijabarkan, jumlah personel militer aktif Indonesia tercatat sebesar 400.000,
jumlah personel cadangan tercatat sebesar 400.000, dan jumlah paramiliter
tercatat sebanyak 280.000.
Selain
itu, luasnya Indonesia juga turut memengaruhi banyaknya jumlah alat utama
sistem pertahanan (alutsista) yang dimiliki oleh matra darat, laut, dan udara.
Banyaknya
jumlah alutsista ini juga menunjang peringkat kekuatan militer Indonesia yang
dirilis GFP.
Dalam
situs GFP, tercatat kekuatan matra udara Indonesia memiliki 458 unit armada
yang terdiri dari pesawat angkut, pesawat tempur, dan helikopter.
Adapun
jumlah pesawat tempur Indonesia hanya 41 unit.
Dengan
jumlah armada sebanyak itu, menjadikan Indonesia berada di peringkat 28 dari
140 negara untuk kekuatan matra udara.
Adapun
armada udara di Indonesia didominasi oleh pesawat latih, pesawat angkut, dan
helikopter angkut.
Banyaknya
jumlah armada udara Indonesia juga tak lepas dari luas wilayah nusantara yang
mencapai 1,9 juta kilometer persegi.
Hitungan Sebatas Kuantitatif
Kendati
demikian, hitungan GFP didominasi aspek kuantitatif, sebab tak memperhitungkan kualitas
dari alutsista yang dimiliki suatu negara.
Jika
dibandingkan dengan Singapura, berdasarkan hitungan GFP Indonesia memang lebih
unggul karena memiliki jumlah personel dan armada matra udara yang lebih
banyak.
Singapura
memang hanya memiliki 237 armada matra udara.
Jumlah
itu lebih sedikit dibandingkan jumlah armada udara yang dimiliki Indonesia.
Namun
GFP tak memperhitungkan perbandingan kualitas alutsista, khususnya antara matra udara yang
dimiliki oleh Singapura dan Indonesia.
Dari
total 237 armada udara Singapura, jumlah tersebut didominasi oleh pesawa tempur, yakni
sebanyak 100 unit.
Tentunya
pesawat tempur yang dimiliki Singapura lebih canggih ketimbang Indonesia.
Singapura
tercatat memiliki F-15 Strike Eagle, jet tempur yang tengah diincar Indonesia.
Bahkan
sebentar lagi Singapura akan memiliki pesawat tempur generasi kelima, yakni
F-35B.
Adapun
F-35 didapuk sebagai jet tempur siluman tercanggih saat ini karena kemampuannya
bersembunyi dari radar.
Selain
Singapura, Australia yang peringkatnya berada di bawah Indonesia versi GFP
justru merupakan operator jet tempur canggih seperti F-18 Super Hornet dan F-35
yang tak dimiliki Indonesia.
Sementara
itu, Israel yang peringkatnya di bawah Indonesia versi GFP juga
memiliki 27 unit F-35.
Karena
itu, menanggapi peringkat kekuatan militer Indonesia yang dirilis
GFP,Direktur Eksekutif Institute
for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, berpandangan,tidak boleh membuat bangga secara
berlebihan.
Sebab,
kuantitas yang besar namun sama sekali tidak bisa digunakan atau dioperasikan
sama saja dengan omong kosong.
Terlebih
indeks GFP hanya menitikberatkan pada aspek kuantitas dantidak mengukur
atau melihat kesiapan tempur angkatan perang sebuah negara.
"Semisal,
dengan kemampuan kita sekarang, berapa lama kita mampu berperang. Jadi,
kesiapan tempur tidak hanya soal kekuatan, tetapi juga kemampuan," kata Khairul.
Khairul
pun mengingatkan bahwa dalam indeks GFP terdapat variabel penting yang belum
dimasukkan sebagai indikator, yakni faktor kemampuan riset suatu negara.
Sebab,
negara-negara dengan kemampuan militer yang kuat didukung oleh kemampuan riset
yang maju, selain dukungan anggaran riset yang besar.
"Sebagai
acuan tentu indeks GFP boleh digunakan meski tidak untuk dibanggakan. Kalau
hanya bersandar pada angka kekuatan yang dirilis oleh indeks GFP ini, kita bisa
ditertawakan. Sebab, selain kuantitas, harus diperhitungkan juga kualitas alat
atau alutsista, kualitas pengguna beserta kesiapannya. Ini tidak bisa dilihat
separuh-separuh," tutur Khairul. [qnt]