WahanaNews.co | Demokrat Liberal, yang merupakan partai berkuasa di Jepang,
menghendaki peningkatan keterlibatan kaum perempuan dalam pertemuan penting.
Namun, langkah ini pun dikritik cuma sebagai pencitraan.
Hal itu diutarakan setelah kasus pernyataan mantan Ketua Olimpiade
Tokyo, Yoshiro Mori, yang dinilai merendahkan wanita atau seksis. Ia menyebut
menyebut bahwa pejabat perempuan terlalu banyak berbicara dalam setiap
pertemuan pemerintah.
Baca Juga:
PDIP Pecat Effendi Simbolon, Jokowi Angkat Suara
Pernyataan kontroversial itu dinilai merupakan salah satu contoh
sentimen seksisme yang mengakar dalam budaya masyarakat Jepang. Mori akhirnya
mengundurkan diri dari jabatan Ketua Olimpiade setelah pernyataannya menjadi
sorotan publik dalam negeri dan internasional.
Partai Demokrat Liberal pun mengusulkan kebijakan baru yang
memungkinkan lima anggota parlemen terlibat dalam pertemuan penting partai
sebagai pengamat.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Liberal, Toshihiro Nikai, juga
mengaku bahwa selama ini cukup banyak mendengar kritik publik yang menganggap
bahwa partainya sangat didominasi oleh politikus laki-laki.
Baca Juga:
Bobby-Surya Unggul Jauh Jelang Pilgubsu 2024: Survei Tunjukkan Dominasi
Nikai lantas mengatakan bahwa penting bagi anggota perempuan untuk
turut "melihat" proses pengambilan keputusan partai.
"Penting bagi anggota perempuan partai memahami sepenuhnya
diskusi apa yang sedang terjadi dan melihat tentang apa itu," kata Nikai
dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.
Meski anggota partai perempuan hadir dalam rapat, mereka tidak
dapat berbicara selama pertemuan. Surat kabar Nikkei melaporkan bahwa para
anggota partai perempuan baru bisa menyampaikan pendapat secara terpisah ke
kantor sekretariat partai.
Berdasarkan Indeks Kesenjangan Gender Global 2020 World Economic
Forum, Jepang memang berada di peringkat 121 dari 153 negara terkait
partisipasi perempuan dalam ekonomi dan politik negara.
Selama ini, jumlah politikus dan pejabat perempuan memang
cenderung meningkat namun peran mereka masih kecil. Tak jarang, beberapa aturan
pemerintahan mewajibkan pejabat perempuan untuk tetap diam dalam pertemuan
pemerintah. Hal itu telah lama menuai kritik di media sosial.
Dikutip Reuters, sekelompok anggota parlemen Partai Demokrat
Liberal meminta Nikai menambah jumlah perempuan untuk memegang posisi kunci
partai pada pekan ini.
Namun, beberapa pengamat menuturkan bahwa keterlibatan perempuan
dalam politik hanya sebagai bentuk kebutuhan pencitraan saja.
"Orang-orang hanya akan menempatkan wanita sebagai sebuah
Public Relation exercise saja," kata seorang sosiolog budaya Universitas
Waikato, Selandia Baru, Belinda Wheaton.
"Saya pikir ini saatnya mengajukan pertanyaan mengapa kita
menganggap bahwa pria 70-80 tahunan mampu melakukan tugas yang lebih baik
dibandingkan pria berusia 40-50 tahunan atau wanita," kata dia. [qnt]