WahanaNews.co | Sebanyak 5 warga Hong Kong ditangkap karena diduga lakukan penipuan berkedok lowongan pekerjaan. Para korban diimingi mendapat kerja ke Asia Tenggara.
Dilansir AFP, Minggu (21/8/2022), dalam beberapa bulan terakhir, para korban melaporkan kalau mereka dijanjikan pergi ke negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Thailand dan Laos dengan gaji yang tinggi.
Baca Juga:
Virus B yang Mematikan Muncul di Hongkong, Epidemiolog Sebut Bisa Sefatal Ini
Namun, mereka malah ditahan dan dipaksa kerja.
Pada hari Kamis, pihak berwenang membentuk satuan tugas untuk membantu warga yang diperdagangkan yang menjadi korban penipuan.
Total ada 36 pengaduan terkait hal itu, kata Tony Ho, pengawas senior biro kejahatan terorganisir dan triad.
Baca Juga:
Diduga Rampok 25 Jam Tangan Senilai Rp 12 Miliar, Polisi Hong Kong Bekuk 6 WNI
Polisi kini telah menangkap tiga pria dan dua wanita yang diduga menipu warga Hong Kong agar menerima tawaran pekerjaan yang "sangat tidak realistis" di luar negeri, kata Ho, Minggu (21/8/2022).
Sebanyak 22 korban diyakini masih terjerat di Kamboja dan Myanmar.
Sembilan di antaranya belum menghubungi keluarga mereka atau polisi Hong Kong, kata Ho.
Ho mengatakan para korban diberikan tiket pesawat dan sebagian besar paspor mereka diambil ketika mereka mendarat, sebelum dikirim ke pusat penipuan dan dipaksa untuk menipu orang lain.
Politisi dari partai DAB Hong Kong mengatakan kepada wartawan hari Minggu bahwa keluarga korban meminta bantuannya.
Sebab, sejumlah warga Hong Kong itu telah terperangkap selama sekitar satu bulan di hotspot perdagangan manusia di Negara Bagian Kayin Myanmar.
"Keluarganya menduga dia dianiaya secara fisik," kata Woo Cheuk-him, seorang politisi yang menerima permintaan bantuan.
"Dia mengatakan dia telah dipaksa bekerja lebih dari 10 jam sehari... jika dia tidak bekerja dengan baik, dia tidak akan diberi cukup makanan."
Pengacara hak asasi manusia Patricia Ho mengatakan pada hari Kamis bahwa undang-undang yang ada di Hong Kong tidak cukup untuk mengatasi penipuan semacam itu, karena kota itu tidak memiliki undang-undang yang secara khusus melarang perdagangan manusia dan kerja paksa. [rsy]