WahanaNews.co| Enam pemimpin partai oposisi Turki menggelar pertemuan pada Sabtu (12/2/2022) guna menyusun strategi dengan tujuan akhir mendongkel Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Dalam pernyataan yang dirilis setelah pertemuan pada Sabtu malam lalu, para pemimpin partai politik Turki tersebut mengatakan, negara itu tengah mengalami “krisis politik dan ekonomi terdalam” dalam sejarah.
Baca Juga:
Belanda Bangkit, Menang 2-1 atas Turki di Euro 2024 Berlin
Mereka menuding sistem presidensial eksekutif sebagai biang keladinya. Para tokoh oposisi itu mengatakan, tujuan mereka adalah untuk mentransformasi tata pemerintahan Turki menjadi “sistem parlementer yang diperkuat.”
Dalam pernyataan tersebut, mereka memang tidak menyebut nama Erdogan. Tapi diyakini mereka bertujuan untuk mendongkel sang presiden.
Setelah lebih dari 11 tahun menjabat sebagai perdana menteri, Erdogan terpilih sebagai presiden pada 2014.
Baca Juga:
Timnas Turki Menang Melawan Georgia di Euro 2024 Skor 3-1
Kala itu, posisi presiden di Turki bersifat seremonial. Namun pada 2017, para pemilih di Turki menyetujui sistem presidensial eksekutif yang memberikan kewenangan jauh lebih luas bagi Erdogan bahkan melebihi perdana menteri dan parlemen.
Tahun berikutnya, Erdogan kembali terpilih menjadi presiden. Kritikus menyebut sistem tersebut sebagai “kekuasaan satu orang.”
Para pemimpin oposisi yang hadir dalam pertemuan Sabtu malam lalu adalah Kemal Kilicdaroglu, kepala partai oposisi terbesar Partai Rakyat Republikan; Meral Aksener dari Partai Baik yang berhaluan nasionalis; Temel Karamollaoglu dari Partai Kebahagiaan yang berhaluan konservatif.
Kemudian Gultekin Uysal dari Partai Demokrat; Ali Babacan dari Partai Demokrasi dan Progresif; dan Ahmet Davutoglu dari Partai Masa Depan.
Mereka sebelumnya telah menggelar pertemuan bilateral. Tapi pertemuan Sabtu lalu merupakan pertemuan pertama yang dihadiri keenam pemimpin oposisi tersebut.
Mereka dijadwalkan akan merilis detail kesepakatan yang mereka ambil pada 28 Februari mendatang.
Davutoglu dan Babacan turut mendirikan partai yang kini berkuasa pimpinan Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan.
Keduanya juga sempat menjabat posisi tinggi di partai tersebut sebelum keluar dan mendirikan partai sendiri karena tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan Erdogan.
Adapun partai oposisi terbesar kedua di Turki yang pro-Kurdi, Partai Rakyat Demokratik, tidak hadir dalam pertemuan Sabtu lalu.
Pemerintahan Erdogan menangkap banyak anggota partai tersebut termasuk mantan pimpinannya. Mereka dituding memiliki hubungan dengan kelompok militan Kurdi yang dinyatakan terlarang.
Erdogan juga menuduh Partai Rakyat Republikan mendukung “teroris”, tudingan yang disangkal partai tersebut.
Pemilihan presiden dan legislatif Turki dijadwalkan digelar pada Juni 2023. [qnt]