WahanaNews.co | Haiti dihantam badai tropis hanya dua hari setelah gempa bumi
dahsyat melukai dan menewaskan ribuan orang pada Sabtu (14/8/2021).
Dilaporkan Sky News, Tropical Storm
Grace menyapu wilayah Karibia, membawa hujan lebat dan angin kencang
sekitar 35 mph ke daerah barat daya Haiti, yang paling parah dilanda gempa.
Baca Juga:
AS Dihantam Badai Tropis, California Deklarasi Status Darurat Banjir Mematikan!
Para pejabat memperingatkan bahwa
curah hujan bisa mencapai 38 cm di beberapa daerah sebelum badai
berlanjut.
Kondisi itu dapat menghambat upaya
penyelamatan dan membanjiri rumah sakit yang sudah penuh.
Badai itu tiba pada hari yang sama
ketika Badan Perlindungan Sipil negara itu menaikkan jumlah korban tewas akibat
gempa menjadi 1.419 dan jumlah luka-luka menjadi 6.000.
Baca Juga:
Amuk Badai Freddy Tewaskan 100 Lebih Warga Mozambik dan Malawi
Badai Grace meningkatkan ancaman tanah longsor dan banjir bandang saat
badai perlahan menuju Jamaika dan tenggara Kuba pada hari Selasa (17/8/2021).
Para pejabat mengatakan, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter itu menyebabkan lebih dari
7.000 rumah hancur dan hampir 5.000 rusak.
Akibatnya, sekitar 30.000 keluarga
kehilangan tempat tinggal.
Rumah sakit, sekolah, kantor, dan gereja juga hancur atau rusak parah.
Pusat gempa berada sekitar 78 mil
sebelah barat Ibu Kota Port-au-Prince,
di mana gempa tahun 2010 menewaskan lebih dari 200.000 warga Haiti, kata Survei
Geologi AS.
Gempa susulan terus mengguncang daerah
itu hingga Minggu (15/8/2021).
"Kita perlu bersiap-siap. Ini
akan membawa banyak banjir ... dan itu akan menghambat upaya penyelamatan,"
Jean William Pape memperingatkan, seorang dokter Haiti yang terlibat dalam
tanggap gempa.
"Kami berada dalam situasi luar
biasa," tambah Perdana Menteri Ariel Henry pada Senin (16/8/2021) sore, saat badai mendekat.
Sebuah rumah sakit di Kota Les Cayes yang rusak parah akibat gempa dipenuhi para korban.
Akibatnya, banyak yang harus berbaring
di teras, koridor, beranda, dan lorong.
Badai yang mendekat membuat para
pejabat bergegas untuk memindahkan mereka sebaik mungkin.
Dr Paurus Michelete, yang merupakan
salah satu dari tiga dokter yang dipanggil ketika gempa melanda, mengatakan, obat penghilang rasa sakit, analgesik, dan peniti baja untuk
memperbaiki patah tulang sudah habis.
Josil Eliophane (84) harus berjongkok
di tangga rumah sakit, mencengkeram hasil sinar-X yang menunjukkan tulang
lengannya yang hancur dan memohon obat penghilang rasa sakit.
Dr Michelete mengatakan, dia akan memberikan salah satu dari beberapa suntikan yang
tersisa untuk Eliophane.
Eliophane berlari keluar dari rumahnya
saat gempa melanda, tetapi justru tertimpa tembok yang runtuh.
Di tempat lain, para penyelamat
mencari korban di antara puing-puing hotel yang runtuh di mana 15 mayat telah
ditemukan.
Ketika bahan bakar dan uang habis,
penduduk Les Cayes yang putus asa menyisir rumah-rumah yang
runtuh untuk menjual besi tua.
Sementara yang lain menunggu uang
kiriman keluarga dari luar negeri, yang menjadi andalan ekonomi Haiti bahkan
sebelum gempa.
Mereka yang berada di kamp pengungsi
berjuang untuk berlindung dan menjaga barang-barang mereka di bawah hujan deras
Grace.
Di Kota
Jeremie, Komisaris Polisi Paul Menard membantah laporan
media sosial tentang terjadinya penjarahan.
"Jika itu akan terjadi, itu akan
terjadi pada malam pertama atau kedua," kata Menard.
Gempa tersebut merupakan bencana
terkini yang menimpa negara termiskin di Belahan Barat itu.
Selama ini, Haiti
sudah berjuang dengan pandemi virus Corona, kekerasan geng, kemiskinan yang
memburuk, serta pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada 7 Juli lalu. [qnt]