WAHANANEWS.CO, Jakarta - Musim pendakian resmi Gunung Fuji di Jepang baru akan dibuka pada bulan Juli, namun peristiwa berbahaya sudah terjadi lebih awal.
Seorang pendaki muda harus diselamatkan dua kali dalam waktu kurang dari seminggu karena nekat menaklukkan gunung tersebut di luar musim resmi.
Baca Juga:
Jepang Impor Beras dari Korsel Akibat Lonjakan Harga Domestik
Insiden ini kembali menyoroti pentingnya peraturan ketat terkait keselamatan di gunung tertinggi di Jepang itu.
Seorang pendaki berusia 27 tahun berhasil diselamatkan dua kali oleh otoritas Jepang dari lereng Gunung Fuji dalam waktu satu minggu.
Pria tersebut, seorang mahasiswa asal Tiongkok yang saat ini berdomisili di Jepang, kembali mendaki gunung hanya untuk mengambil telepon genggamnya yang tertinggal.
Baca Juga:
Kerja Sama Pemprov Sulut dengan PT INA Berikan Pelatihan Bahasa dan Budaya Jepang
Menurut keterangan dari Kepolisian Prefektur Shizuoka, mahasiswa itu sempat mencapai puncak Gunung Fuji yang memiliki ketinggian 3.776 meter atau sekitar 12.388 kaki.
Namun, ia mengalami penyakit ketinggian dan jatuh sakit, sehingga harus dievakuasi pada hari Selasa.
Meskipun baru saja diselamatkan, pendaki itu kembali ke Gunung Fuji untuk mengambil barang-barangnya yang tertinggal, termasuk ponsel.
Akibatnya, petugas kembali harus melakukan operasi penyelamatan pada hari Sabtu setelah dia jatuh sakit lagi di ketinggian lebih dari 3.000 meter.
"Ia harus diselamatkan lagi pada hari Sabtu setelah kembali ke gunung untuk mengambil barang-barangnya. Hidupnya tidak dalam bahaya," ujar pihak kepolisian seperti dikutip dari CNN, Senin (28/4/2025).
Aksi nekat ini terjadi di luar musim pendakian resmi Gunung Fuji, yang biasanya berlangsung dari 10 Juli hingga 10 September.
Menurut informasi dari situs web resmi Gunung Fuji, seluruh jalur pendakian menuju puncak telah ditutup, banyak rambu-rambu telah dicabut, dan seluruh fasilitas seperti gubuk pendakian, toilet, serta pos pertolongan pertama tidak beroperasi selama masa penutupan.
Menanggapi berbagai persoalan terkait lonjakan pendaki dan keselamatan, pejabat dari Prefektur Shizuoka dan Yamanashi—keduanya berbagi wilayah Gunung Fuji—telah memperkenalkan aturan baru menjelang musim pendakian tahun 2025.
Dalam pengumuman yang dirilis bulan Maret, otoritas setempat menyatakan bahwa setiap pendaki diwajibkan membayar biaya izin pendakian sebesar 4.000 yen.
Selain itu, pendaki harus melakukan reservasi daring terlebih dahulu, dengan kuota dibatasi hanya 4.000 orang per hari.
Angka ini merupakan dua kali lipat dari tarif yang diterapkan pada tahun 2024, yang menjadi tahun pertama pemberlakuan biaya izin bagi turis yang hendak mendaki Gunung Fuji.
Sebelumnya, sumbangan opsional sebesar 1.000 yen per orang sempat diusulkan.
"Kami sangat mempromosikan langkah-langkah keselamatan yang komprehensif untuk pendakian Gunung Fuji. Kami akan memastikan bahwa Gunung Fuji, harta dunia, diwariskan kepada generasi mendatang," tegas Koutaro Nagasaki, Gubernur Prefektur Yamanashi, dalam pernyataannya tahun lalu.
Selain meningkatnya jumlah pendaki, berbagai masalah lain juga muncul.
Banyak pendaki yang memerlukan bantuan medis karena tidak mengenakan perlengkapan yang sesuai, seperti hanya memakai sandal atau sandal jepit.
Beberapa di antaranya juga tidak membawa perlengkapan penting atau persediaan air yang cukup.
Untuk mengatasi hal ini, Prefektur Shizuoka yang mengelola tiga dari empat jalur utama menuju puncak Gunung Fuji memperketat aturan.
Kini, calon pendaki diwajibkan mengikuti kelas singkat mengenai keselamatan pendakian dan regulasi lokal, serta harus lulus tes singkat untuk memastikan pemahaman mereka.
Selain itu, pembatasan waktu juga diberlakukan. Gunung akan ditutup mulai pukul 2 siang hingga 3 pagi bagi siapa saja yang tidak menginap di pondok pendakian.
Pondok-pondok ini tersebar di sepanjang jalur pendakian dan dapat disewa oleh para pendaki yang memilih untuk bermalam dibandingkan mencoba menyelesaikan pendakian dalam satu hari.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]