Pertarungan udara itu tak hanya soal pesawat. Rudal udara-ke-udara juga menjadi bahan diskusi panas, terutama PL-15 buatan China yang diduga digunakan Pakistan, dan Meteor buatan konsorsium MBDA Eropa yang diluncurkan India.
Meski belum ada konfirmasi resmi mengenai penggunaan kedua rudal tersebut, debat soal performanya sudah membara di ruang-ruang strategi.
Baca Juga:
J-10 China Bikin Rafale Tersungkur, Investor Eropa Panik Massal
PL-15 dikenal sebagai simbol kebangkitan teknologi misil China, dengan jangkauan disebut lebih jauh dari Meteor. Rudal ini menggunakan roket pendorong, berbeda dengan Meteor yang mengandalkan mesin ramjet "air-breathing" yang lebih efisien.
Namun, belum jelas apakah Pakistan menggunakan versi PL-15 yang sama dengan milik Angkatan Udara China atau hanya varian ekspor. Menurut beberapa sumber, Pakistan baru memperoleh versi ekspor pada 2021.
"Jika versi ekspor PL-15 saja bisa unggul, bayangkan potensi versi canggih milik China," tutur Byron Callan, analis pertahanan dari Capital Alpha Partners. “China pasti takkan menyia-nyiakan hasil evaluasi ini.”
Baca Juga:
JF-17 dan HQ-9 Beraksi di Medan Tempur, China Uji Coba Perangkat Perang Lewat Tangan Pakistan
Diamnya Eropa: Isyarat Kekhawatiran?
Sementara itu, pihak Eropa masih bungkam. Baik Dassault Aviation—produsen Rafale—maupun MBDA selaku pengembang rudal Meteor belum mengeluarkan pernyataan apa pun terkait kekalahan teknologi mereka dalam duel udara tersebut.
Kebisuan ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Apakah ini bentuk kehati-hatian diplomatik, atau sinyal bahwa mereka tengah mengevaluasi serius performa produk andalannya?