WahanaNews.co | Menggantikan
Hassan Rouhani yang sudah menjabat selama dua periode, seorang ulama
ultrakonservatif Iran, Ebrahim Raisi, kini terpilih jadi presiden.
Baca Juga:
Media Sebut Pejabat Israel Sangkal Negaranya Terkait Kematian Ebrahim Raisi
Pemilihan presiden Iran digelar pada Jumat (18/6). Pemilu
itu berlangsung ketat usai tiga dari tujuh calon presiden mengundurkan diri.
Selama masa kampanye, Raisi menjadikan wacana pemberantasan
korupsi sebagai bagian penting dari programnya. Namun, para pengkritik
mengatakan dia telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari lembaga-lembaga
politik Iran yang korup dan represif.
Raisi adalah ketua peradilan Iran, salah satu posisi yang
dianggap kuat di pemerintahan.
Baca Juga:
Israel Makin Brutal, Iran Beri Sinyal Siap Balas Gempuran ke Gaza
Sebelumnya, pada 2017, dia pernah mencalonkan diri dalam
Pilpres Iran, namun kalah dari Hassan Rouhani.
Raisi saat maju dalam Pilpres tahun ini adalah kepala
kehakiman Iran yang dikenal dengan kebijakan eksekusi massal ribuan tahanan
pada akhir 1980-an.
Media Iran menganggap pria yang kerap memakai sorban hitam
itu sebagai penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Raisi lahir pada 1960 di sebuah desa kecil dekat kota suci
Masyhad, kota terbesar kedua di Iran.
Raisi muda merupakan anak didik Khamenei saat mengenyam
pendidikan seminari di Qom. Setelah revolusi Islam 1979, Raisi muda bergabung
dengan kantor jaksa di Masjed Soleyman. Sejak itu ia memimpin kantor kejaksaan
di sejumlah daerah.
Raisi termasuk dalam kubu ultrakonservatif yang tidak
percaya Amerika Serikat. Ia bahkan kerap menganggap AS sebagai "Setan
Besar". Oleh karena itu, dia kemudian dikenal sebagai salah satu oposisi
Presiden Hassan Rouhani selama ini, yang memiliki pendekatan lebih moderat
terhadap bangsa Barat, terutama AS.
Rekam Jejak Raisi di
Pemerintahan
Pada 2016, Raisi ditunjuk untuk memimpin yayasan Astan Quds
Razavi, sebuah peran yang kuat secara politik dan ekonomi.
Yayasan itu mengelola tempat suci Imam Reza di Masyhad,
sebuah situs ziarah utama Syiah. Hal ini berfungsi sebagai lembaga amal
sekaligus perusahaan induk untuk berbagai properti dan bisnis, mulai dari
pertanian hingga konstruksi.
Setelah Raisi menjalankan kerajaan ekonomi ini selama tiga
tahun, Khamenei menunjuknya untuk memimpin peradilan Iran pada 2019.
Sebagai ketua, ia memimpin perang melawan korupsi, di
sepanjang jalan menggulingkan dan menodai reputasi beberapa lawan politik
utamanya.
Pada tahun yang sama, Raisi terpilih sebagai wakil presiden
dari lembaga penting lainnya: Majelis Ahli Iran, yang ditugaskan untuk memilih
pemimpin tertinggi berikutnya ketika Khamenei yang berusia 82 tahun meninggal.
Raisi dianggap sebagai calon pesaing untuk menggantikan
Khamenei. Dan kini, dengan terpilihnya ia menjadi presiden semakin meningkatkan
legitimasi Raisi sebagai penerus Khamenei. [qnt]