WAHANANEWS.CO, Jakarta - Konflik bersenjata selama 12 hari antara Israel dan Iran tidak hanya menorehkan luka di medan perang, tetapi juga mengguncang sendi-sendi perekonomian Negeri Zionis.
Ketegangan yang berlangsung intens ini ternyata mengakibatkan kerugian keuangan yang masif, membuat anggaran Israel jebol dan pasar modal limbung.
Baca Juga:
Diduga Pasok Teknologi Rudal ke Iran, FBI Tawarkan Rp245 Miliar untuk Tangkap Baoxia Liu
Menurut laporan dari Financial Express yang dikutip oleh Anadolu Agency pada Kamis (26/6/2025), Israel menghabiskan sekitar US$5 miliar atau sekitar Rp81 triliun hanya dalam tujuh hari pertama serangan terhadap Iran.
Biaya harian perang mencapai US$725 juta, termasuk US$593 juta untuk operasi ofensif dan US$132 juta untuk pertahanan serta mobilisasi militer.
Sumber lain seperti Wall Street Journal bahkan memperkirakan biaya sistem pertahanan udara Israel berkisar antara US$10 juta hingga US$200 juta per hari.
Baca Juga:
Ketakutan Nasional, Gangguan Jiwa Warga Israel Melonjak 350% Usai Diserbu Rudal Iran
Jika konflik berlanjut selama sebulan penuh, angka kerugian diperkirakan akan membengkak menjadi lebih dari US$12 miliar (sekitar Rp194 triliun), menurut lembaga riset Israel, Aaron Institute for Economic Policy.
Namun itu belum seberapa dibandingkan kerugian tidak langsung yang diperkirakan mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp324 triliun.
"Dampak perang terhadap ekonomi akan sangat besar. Defisit anggaran diperkirakan meningkat sebesar 6%. Pembayaran kompensasi kepada warga yang terdampak akan semakin membebani keuangan negara," ujar Naser Abdelkarim, dosen keuangan di American University of Palestine.
Lebih dari 10.000 warga Israel harus mengungsi selama pekan pertama konflik, dan otoritas pajak setempat mencatat lebih dari 36.000 klaim kompensasi diajukan.
Untuk menutupi kekurangan anggaran, pemerintah Israel disebut mempertimbangkan pemotongan dana sektor kesehatan dan pendidikan, menaikkan pajak, atau menambah utang.
"Jika Israel menambah utang, rasio utang terhadap pendapatan nasional bisa melonjak di atas 75%," jelas Abdelkarim.
Sementara itu, Kementerian Keuangan Israel sudah meminta tambahan dana sebesar US$857 juta untuk kebutuhan Kementerian Pertahanan.
Di saat bersamaan, anggaran sektor sipil seperti kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial justru dipotong hingga US$200 juta.
Menurut laporan Globes, sebagian besar dana itu akan digunakan untuk membiayai personel militer, termasuk 450.000 pasukan cadangan yang dikerahkan selama konflik berlangsung.
Kerugian ekonomi tak berhenti sampai di situ. Infrastruktur vital dan sektor swasta juga terkena dampak langsung.
Kilang minyak terbesar Israel, Bazan, di Haifa, ditutup pascaserangan dan menyebabkan kerugian sekitar US$3 juta per hari. Bandara Ben Gurion sempat lumpuh total dan hanya dibuka terbatas untuk penerbangan repatriasi.
Maskapai nasional El Al menghentikan seluruh jadwal penerbangan dan mengalihkan sejumlah rute.
Rute ke Paris dialihkan ke Siprus, dan ke Bangkok mendarat darurat di Roma. Biaya tambahan dari pengalihan ini diperkirakan mencapai US$6 juta.
Tak hanya itu, sektor perdagangan berlian yang menyumbang 8% ekspor Israel ikut terkena dampak. Kawasan bursa berlian di Tel Aviv dihantam rudal Iran, memicu kepanikan dan aksi jual besar-besaran di pasar saham.
Bursa Efek Tel Aviv pun anjlok tajam.
Nilai tukar shekel terhadap dolar AS sempat merosot ke angka 3,7 sebelum akhirnya sedikit pulih ke 3,5.
"Pemulihan itu lebih karena pengaruh eksternal dan spekulasi pasar," kata Abdelkarim.
Situasi ini membuat banyak analis menilai bahwa untuk pertama kalinya sejak satu dekade terakhir, ekonomi Israel benar-benar boncos akibat biaya militer yang tak tertanggungkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]