WahanaNews.co | Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau mengungkapkan pandangannya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin yang bisa menyulitkan KTT G20 di Bali.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyayangkan sikap Trudeau.
Baca Juga:
Sekjen PBB: Pentingnya Kepemimpinan Afrika dalam Arsitektur Perdamaian dan Keamanan Global
"Penolakan ini senada dengan PM Australia Scott Morrison. Sementara Presiden AS meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kehadiran Putin tanpa secara tegas menolak untuk hadir atau tidak bila Presiden Putin hadir," ujar Hikmahanto saat dihubungi, Sabtu (2/4/2022).
"Sikap Trudeau, Morrison maupun Joe Biden seolah telah menghukum Indonesia karena menjalankan prinsip sebagai tuan rumah yang baik. Sikap ini kemungkinan akan diikuti oleh Inggris, Jerman juga Uni Eropa," sambungnya.
Hikmahanto menjelaskan Staf Khusus Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, Triansyah Djani, menyebut bahwa mengundang semua anggota G20 adalah kewajiban seorang Presiden G20, baik pada masa lalu maupun di masa-masa mendatang, termasuk dalam pelaksanaan G20 bulan November di Bali.
Baca Juga:
Apel Gelar, TNI Cek Kesiapan Pengamanan KTT World Water Forum Ke-10
Keputusan ini dipilih lantaran Indonesia berpegang teguh pada aturan dan prosedur yang berlaku di kegiatan G20.
"Sikap Trudeau seolah memperlakukan Indonesia sama dengan Ukraina saat diserang oleh Rusia, ditinggalkan sendirian untuk memecahkan masalah. Padahal seperti Ukraina yang hendak bergabung dalam NATO, Indonesia sebelumnya telah menuruti kemauan AS dan sekutunya untuk berhadapan dengan Rusia," tutur Hikmahanto.
Hikmahanto menyebut Indonesia padahal telah menjadi co-sponsor, di mana Amerika Serikat menjadi sponsor utama atas Resolusi Majelis Umum PBB untuk mengutuk serangan Rusia. Menurutnya, Indonesia layak dihukum oleh AS dan sekutunya bila suara Indonesia abstain, bahkan menentang Resolusi PBB yang mengutuk Rusia.
"Sikap PM Kanada dan Australia serta Presiden AS seolah tidak berempati dengan posisi Indonesia sebagai tuan rumah G20. Ini mengingat Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, bahkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di tingkat teknis untuk membahas terobosan bagi tumbuhnya perekonomian dunia," jelasnya.
Lebih lanjut, Hikmahanto kecewa dengan ego AS dan sekutunya yang justru dilampiaskan ke Indonesia, yang sudah berani mengutuk Rusia atas serangannya.
Terlebih, Indonesia berisiko kehilangan sahabatnya dan dimasukkan ke dalam kategori negara-negara yang tidak bersahabat oleh Rusia.
Berikut harapan Indonesia terhadap AS dan sekutunya menurut Hikmahanto:
1. Jangan pindahkan konflik dengan Rusia ke Forum G20. Tidak seharusnya pernyataan akan hadir atau tidak disampaikan pada saat ini dan digantungkan pada syarat hadir tidaknya Rusia. Biarkan semua mengalir pada saatnya.
2. Indonesia tidak ingin ditekan dalam mengundang Rusia sebagai anggota G20.Bukannya tidak mungkin bila Indonesia mengikuti kehendak AS dan sekutunya maka Rusia akan mendapatkan dukungan dari China dan mungkin India. Dua negara ini akan bersikap untuk tidak hadir bila Rusia dihalangi untuk hadir.
3. AS dan sekutunya terus mendukung Indonesia sebagai Presiden dan tuan rumah yang baik dalam pelaksanaan event G20 tahun ini. Indonesia tidak ingin masalah geopolitik di Eropa berimbas pada pembahasan perekonomian dunia di masa mendatang. Terlebih dijadikan medan untuk melanjutkan upaya menjatuhkan Putin sebagai Presiden Rusia.
Sementara itu, Hikmahanto menanggapi usulan penundaan KTT G20 karena polemik Rusia ini. Dia menilai penundaan G20 ditunda itu merepotkan.
"Menurut saya kalau ditunda agak repot," ucap Hikmahanto.
Hikmahanto menjelaskan G20 merupakan acara tahunan yang saat ini kegiatannya tengah berlangsung di Indonesia. Dia khawatir Indonesia dianggap membuang anggaran apabila KTT G20 ditunda.
"Indonesia kan sudah melakukan berbagai persiapan untuk November. Nanti anggaran terbuang percuma dan bisa dianggap kerugian negara," terangnya.
"Oleh karenanya harus tetap berlangsung tahun ini. Terlebih undangan sudah disebar ke para anggota. Kalau diundur kan harus ada persetujuan dari semua negara. Jangan-jangan malah jadi ladang baru untuk konflik AS dan sekutunya vs Rusia dan sekutunya," imbuh Hikmahanto.
Sebelumnya, PM Kanada Justin Trudeau dengan tegas mengatakan dia tidak ingin melihat Presiden Rusia Vladimir Putin di pertemuan G20 tahun ini. Trudeau menyebut soal invasi Rusia ke Ukraina sebagai alasannya.
Dilansir dari kantor berita AFP, Jumat (1/4), Trudeau mengatakan dia telah menyampaikan pandangannya pada Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), yang menjadi tuan rumah KTT G20 pada November mendatang, bahwa kehadiran Putin akan "sangat sulit bagi kita dan tidak produktif untuk G20."
"Ini akan menjadi masalah besar bagi banyak negara, termasuk Kanada," katanya kepada para wartawan di Ottawa, Kanada.
Trudeau menyatakan bahwa KTT G20 adalah tentang "bagaimana kita mengelola dan mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia."
"Rusia dengan invasi ilegalnya ke Ukraina telah menjungkirbalikkan pertumbuhan ekonomi bagi semua orang di seluruh dunia dan tidak mungkin menjadi mitra konstruktif dalam cara kita mengelola krisis yang diciptakan oleh invasi ilegal Rusia ke Ukraina," tutur pemimpin Kanada itu.
"Intinya adalah tidak mungkin urusan seperti biasa dengan memiliki Vladimir Putin duduk di sekitar meja berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, karena itu tidak baik-baik saja, dan itu salah dia," cetus Trudeau. [qnt]